Salin Artikel

Menjaga Nyala Rasa di Gang Pabean, Generasi Ketiga Penerus Sop Buntut Legendaris Surabaya

Dari tempat inilah Amy Amabel, generasi ketiga keluarganya berjuang mempertahankan warisan kuliner Sop Buntut Pabean yang telah melampaui tiga zaman. Buka sejak jam 6 pagi–3 sore setiap hari kecuali hari Minggu bersama enam karyawannya menjaga warung.

Tidak ada dekorasi modern, hanya tempat makan khas dalam gang yang sederhana dengan aroma kuah bening menggoda.

"Banyak yang kaget tempatnya dari dulu seperti ini dengan situasi seperti ini peninggalan emak dan engkong saya. Saya tinggal melanjutkan, memperbaiki dan merapikan lebih baik saja," ujarnya kepada Kompas.com.

Sebagai generasi ketiga penerus usaha ini, ia mengaku tidak pernah membayangkan akan berakhir di balik panci besar berisi buntut sapi lokal. Latar belakang pendidikannya tidak berkaitan dengan kuliner, bahkan sebelumnya ia bekerja sebagai staf administrasi.

Namun orang tuanya memberi tawaran untuk membantu membuka cabang di mal, agar ia tidak terus bekerja ikut orang. Keputusan itu mengubah hidupnya, meski tidak memiliki dasar memasak, ia memberanikan diri mencoba.

“Mama bilang, ‘Aku ajarin kamu satu bulan. Kalau enggak bisa ya sudah, tutup saja’,” ucap Amy Amabel menirukan ucapan orang tuanya.

Selanjutnya tekanan itu menjadi cambuk baginya. Dalam satu bulan, ia berlatih keras hingga akhirnya mampu mengelola dapur sendirian.

Sayangnya pandemi Covid-19 datang, membuat cabang di mal merosot bersamaan dengan orang tuanya meninggal secara mendadak pada tahun 2021 lalu. Sehingga ia harus mengambil alih sepenuhnya warung utama yang berada di Pabean Ganefo.

“Saya jalani sendiri tidak apa-apa. Adik di Kanada, Puji Tuhan makin naik,” imbuhnya.

Tetap di Gang Lama karena “Legenda Tak Boleh Hilang”

Seiiring berjalannya waktu, meski banyak generasi penerus bisnis memilih pindah ke lokasi lebih modern, Amy Amabel justru bersikukuh mempertahankan tempat lama ini. Untuk melanjutkan legend-nya orang-orang yang zaman dulu pernah ke singgah dapat menikmati nostalgia.

Bahkan ia menegaskan sekalipun nanti memiliki cabang lain, lokasi utama tidak akan ditutup. Meski menurutnya, menjadi penerus bukan perkara mudah, karena ada ekspektasi sosial yang besar.

“Banyak yang bilang pewaris lebih enak, tapi belum tentu. Kalau usaha semakin tenggelam, orang-orang nge-judge. Dulu orangtua di rate 7, jadi saat kita ya pegang harus di atasnya. Tidak mungkin turun,” tuturnya.

Untuk itu beban tersebut dijadikannya komitmen, karena ia yakin tidak ada usaha yang menghianati hasil.

Kuah Bening, Panci 40 Kilogram, dan Rahasia Konsistensi

Seperti diketahui, salah satu ciri khas Sop Buntut Pabean Ganefo adalah kuah beningnya. W pernah mencoba menambahkan wortel atau kentang, tetapi ternyata pelanggan kurang suka.

“Sayuran itu bisa mengubah rasa kuah, apalagi kalau dibungkus. Jadi saya kasih sesuai permintaan saja,” kata Amy Amabel.

Dalam sehari, ia bisa menyiapkan hingga 3–4 panci besar, masing-masing berisi 8 kilogram buntut sapi lokal. Tetapi jika ramai, totalnya mencapai 40 kilogram.

Dimana semua bumbu dasar masih menggunakan racikan pendahulunya, dengan telaten mencatat formula turun-temurun.

“Saya yang membumbui dan mengolah, karyawan membantu prosesnya,” sambungnya.

Saat ini selain Sop Buntut, varian menunya pun semakin kaya dengan adanya buntut goreng, buntut penyet dll sebagai inovasinya untuk mengembangkan menu tanpa menghilangkan karakter asli kuah beningnya.

Pelanggan Lama Kembali Setelah Melihat Media Sosial dan Rencana ke Depan

Hingga kini sebagian pelanggan dari generasi sebelumnya masih setia datang. Walaupun banyak juga yang sempat mengira warung Sop Buntut Pabean ini sudah “hilang”, setelah ia aktif di media sosial, mereka kembali bermunculan.

“Ada pelanggan yang tinggal di luar Surabaya sampai minta dikirim. Yang paling jauh Banjarmasin, dua hari lewat kapal,” ujar Amy Amabel.

"Pengiriman menggunakan metode frozen tanpa pengawet, karena keluarga saya juga makan sop ini, jadi jangan sampai dikasih pengawet,” imbuhnya.

Kini ia berharap suatu saat bisa membuka kembali cabang yang pernah tutup di lokasi yang lebih strategis. Tetapi ia sudah memastikan satu hal untuk tidak membuka cabang di mal lagi dan juga mempertimbangkan sistem franchise setelah banyak pembeli yang menyarankan. 

“Intinya bagaimana kita berjuang agar usahanya semakin ngetop, bukan tambah tenggelam,” pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/12/07/084905878/menjaga-nyala-rasa-di-gang-pabean-generasi-ketiga-penerus-sop-buntut

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com