Salin Artikel

Rabosore, Komunitas Penjaga Nyala Sastra di Surabaya

SURABAYA, KOMPAS.com - Rabu (3/12/2025) sore di lingkungan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Kampus 2 Lidah Wetan menyimpan suasana yang berbeda.

Di antara bangunan fakultas yang mulai teduh, selembar tikar digelar di sudut halaman, buku-buku ditumpuk seadanya yang menampakkan kertas kosong bertuliskan “Baca buku gratis” yang diletakkan begitu saja di pinggir tikar.

Beberapa anak muda duduk melingkar, berbagi cerita dengan suara pelan yang disertai tawa kecil yang menghangatkan udara menjelang senja.

Di tengah maraknya kembali minat membaca di kalangan anak muda Surabaya mulai dari lapakan, klub baca, hingga diskusi independen mengenai buku, Komunitas Rabosore hadir sebagai salah satu ruang yang ikut menghidupkan gerakan tersebut. Komunitas ini tidak terorganisasi secara ketat, tidak besar, tetapi kehadirannya konsisten dan dekat bagi siapa pun yang ingin singgah.

Rabosore lahir pada 2003 dari sekelompok mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Unesa yang mencari ruang untuk menyalurkan minat mereka terhadap sastra.

“Awalnya hanya kumpulan anak-anak sastra yang butuh tempat untuk berkegiatan dan berbicara tentang kesusastraan,” ujar Satria Shendy, salah satu anggota Rabosore.

Terciptanya nama Rabosore pun sederhana, yakni karena kegiatan mereka berlangsung setiap hari Rabu pada sore hari, dan ritme itu bertahan hingga sekarang.

Komunitas ini tidak memiliki struktur pengurus ataupun visi dan misi formal.

“Kami tidak pernah disampaikan bahwa komunitas ini punya misi tertentu. Kami hanya gemar berkegiatan, gemar berbicara tentang sastra, dan gemar berkomunitas,” kata Satria pada saat ditemui.

Di tengah konsistensi itu, beberapa pengunjung menilai bahwa keberadaan Rabosore justru memberi ruang diskusi yang sudah jarang ditemui. Swandaru Aghni, mahasiswa Manajemen Unesa, mengatakan bahwa semangat Rabosore membuatnya tertarik singgah.

“Rabosore tetap menghidupkan ruang diskusi di tengah banyak anak muda yang mulai meninggalkan kegiatan seperti ini. Isu yang mereka bawa juga sering luput dibahas komunitas lain,” ujarnya.

Ia juga mengingat salah satu momen diskusi buku Laut Bercerita, yang menurutnya memantik kesadaran tentang peran anak muda dalam perubahan bangsa.

“Selama masih ada orang yang tertarik dengan sastra, Rabosore akan tetap hidup,” ujar Satria.

Saat ini, grup komunikasi komunitas berisi 70–80 orang, terdiri dari mahasiswa Unesa maupun peserta dari luar kampus. Tidak ada proses seleksi. Siapa pun yang ingin bergabung cukup hadir di kegiatan lapak atau menghubungi anggota yang ada di lokasi ketika lapak berlangsung.

Berbeda dengan komunitas literasi lain yang menggelar kelas atau forum khusus, Rabosore memilih cara paling sederhana, yakni lapakan. Buku digelar di atas tikar, orang datang dengan minat masing-masing.

“Format ini paling mudah dilakukan. Cukup tikar dan buku,” ujar Satria.

Dari sanalah berbagai percakapan dari pengunjung dan anggota komunitas mengalir secara alami. Membahas alur sebuah buku, membicarakan tentang penulis buku, saling merekomendasikan buku, hingga perbincangan tentang relevansi buku terhadap perkembangan pemikiran mereka sehari-hari. Sifatnya yang spontan dan cair membuat lapakan menjadi ruang pertemuan yang hangat.

Buku-buku yang dibawa berasal dari koleksi pribadi anggota, kolektif komunitas, dan pinjaman dari perpustakaan prodi. Tidak ada kurasi khusus.

“Filternya datang dari pemilik buku. Kalau dia banyak membaca novel pop, ya otomatis buku yang dibawa condong ke sana,” tambahnya.

Seiring meningkatnya antusiasme anak muda Surabaya terhadap kegiatan membaca di ruang publik, Rabosore juga mulai hadir di luar kampus. Komunitas ini beberapa kali diundang untuk membuka lapak di berbagai kegiatan, termasuk acara mahasiswa Universitas Airlangga dan kegiatan literasi di Taman Apsari, salah satu ruang terbuka yang kini kerap digunakan untuk aktivitas komunitas.

Di ruang publik seperti itu, Rabosore bertemu audiens baru. Ada yang sedang berjalan sore lalu berhenti karena penasaran, ada yang duduk sebentar, ada pula yang meminjam buku dan kembali pada pekan berikutnya.

Sabrilian Firdausa Sunarto, mahasiswa Pendidikan Matematika UINSA, adalah salah satu dari pengunjung tersebut.

“Awalnya cuma iseng lihat-lihat,” ujarnya.

Ketertarikannya tumbuh setelah melihat koleksi buku Rabosore yang berisi banyak terbitan lama.

“Penjaga lapaknya juga asyik banget yapping soal sastra Indonesia. Cocok buat yang suka bacaan klasik seperti aku,” katanya.

Kisah serupa datang dari Abby Yusuf, mahasiswa Psikologi Unesa, yang sudah mengenal Rabosore sejak semester satu. Ia pertama kali mengikuti diskusi rutin Rabosore di gedung FBS.

“Universitas tanpa buku dan lingkar diskusi, meskipun kecil, merupakan hal konyol,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa bisa terlibat dalam upaya memberdayakan pengetahuan adalah kehormatan baginya.

Meski tampak sederhana, kegiatan lapakan menyimpan tantangan tersendiri. “Bawa buku itu berat,” kata Satria, tersenyum.

Musim hujan juga sering membuat anggota harus mencari lokasi yang cukup aman untuk digelar.

Namun tantangan itu tidak mengurangi semangat para anggota.

“Setiap lapakan selalu punya ceritanya sendiri. Selalu berkesan,” ujar Satria.

Ketika ditanya apakah Rabosore merupakan komunitas yang istimewa, Satria menggeleng. Menurutnya, kegiatan membaca semacam ini mestinya menjadi hal yang lumrah, terutama di lingkungan mahasiswa.

“Kalau dianggap spesial justru miris, karena kegiatan seperti ini harusnya biasa saja,” ujarnya.

Faktanya, lapakan buku memang tidak banyak ditemukan. Kelangkaan itu membuat sebagian orang menganggap Rabosore sebagai hal yang unik, meski komunitas ini sendiri tidak pernah menempatkan diri secara istimewa.

Untuk ke depannya, Rabosore tidak menargetkan sesuatu yang besar. Tidak ada rencana mengembangkan struktur, memperluas scope, atau membuat program yang rumit.

“Ya tetap seperti ini. Ruang terbuka untuk umum, baca-baca buku, dan saling berbagi,” ujar Satria menutup perbincangan.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/12/04/150442978/rabosore-komunitas-penjaga-nyala-sastra-di-surabaya

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com