Salin Artikel

Cerita Ibu Ike, Caregiver Pertama di Sumenep yang Menjadi Sandaran Para Lansia

Di Kabupaten Sumenep, pekerjaan ini masih terdengar asing dan Ike menjadi perempuan pertama yang memilih jalan tersebut.

Caregiver merupakan pekerjaan merawat lansia, orang sakit, atau penyandang disabilitas dalam aktivitas harian.

Ike, ibu dari Naufal Ali Sufi (10) dan Kaiko Haura (2,5) mengakui bahwa profesi ini menuntut kesiapan fisik kuat dan empati yang tinggi karena hampir seluruh pasiennya harus mendapatkan perhatian yang memadai.

“Yang akan dilayani biasanya orang yang sedang sakit, jadi tubuh harus benar-benar siap,” kata Ike saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (30/11/2025).

Menurut Ike, merawat pasien yang mayoritas sudah lansia berarti bersiap membantu kebutuhan dasar mereka sepanjang waktu.

Salah satu tugas yang paling sering dia tangani adalah membantu pasien buang air kecil, buang air besar dan mendengarkan mereka bercerita.

“Mayoritas mereka sudah sepuh, jadi semua aktivitasnya harus dibantu. Itu membuat saya harus sabar dan telaten,” tambahnya.

Mantan karyawan gudang rokok ini menyebut keterampilan itu dia pelajari sendiri secara otodidak karena tidak memiliki latar belakang kesehatan.

Ike bekerja dengan sistem durasi waktu. Ada layanan empat jam dan ada pula layanan delapan jam, dengan nominal yang telah disepakati bersama keluarga pasien.

Menurutnya, pekerjaan ini membawanya bertemu dan belajar dari banyak karakter keluarga.

Selama merawat pasien, Ike beberapa kali menyaksikan momen yang membuatnya terharu.

Salah satunya ketika dia menjaga seorang ibu di rumah sakit dan melihat anak laki-laki pasien itu rutin datang untuk berpamitan kerja.

Dia menyebut, meski sudah ada caregiver, sang anak tetap memperlakukan ibunya dengan lembut.

“Aku senang melihatnya, karena perhatian seperti itu sekarang jarang,” ungkap Ike.

“Jarang saya melihat, apalagi anak laki-laki mau rutin pamit seperti itu kepada ibunya.” ungkap dia lagi.

Ike juga banyak mendengar kisah keluarga dari para lansia yang dia rawat. Banyak anak mereka yang sukses bekerja sebagai dokter dan pegawai bank.

Pengalaman itu membuatnya melihat dinamika keluarga dari sudut yang berbeda.

“Dari cerita para orang tua itu, saya jadi tahu karakter setiap keluarga. Apalagi banyak dari mereka punya anak yang sukses,” tuturnya.

Meski begitu, Ike juga menghadapi tantangan. Kadang perbedaan keinginan antaranggota keluarga membuatnya bingung saat merawat pasien.

Dirinya pernah diminta anak pertama pasien agar tidak memberikan jamu, sementara anak kedua meminta hal sebaliknya.

“Jadi saya bingung, karena aturannya beda-beda. Biasanya saya tanya langsung ke yang sakit, mau minum atau tidak,” ujar dia.

Menurutnya, langkah itu menjadi cara paling adil agar tidak menyinggung keluarga mana pun.

Sejauh ini Ike belum pernah mengalami pengalaman buruk.

Justru beberapa momen lucu sering terjadi, misalnya ketika lansia yang akan dipasangi popok dewasa tiba-tiba kentut. Situasi ringan seperti itu sering mencairkan suasana.

Selain pengalaman lucu, Ike juga beberapa kali menerima perhatian kecil dari keluarga pasien.

Sebagian keluarga membelikannya makanan sebagai bentuk terima kasih. Baginya, sikap itu sangat berarti.

"Padahal semestinya mereka tidak perlu memberikan saya nasi, tapi kebanyakan peduli, membelikannya," ungkapnya.

Dia mengakui masih sering khawatir tidak maksimal memberikan perawatan karena tidak memiliki latar belakang keilmuan merawat pasien.

Namun kekhawatiran itu perlahan hilang karena keluarga pasien sejauh ini menerimanya dengan baik.

“Saya cukup sering mendengar ucapan terima kasih dari keluarga pasien. Itu membuat saya merasa dihargai,” katanya.

Ucapan-ucapan itu, menurut Ike, menjadi semangat tersendiri untuk terus menjalani profesinya.

Hingga sat ini, ada satu keyakinan yang selalu dia pegang selama bekerja sebagai caregiver.

“Saya percaya bahwa anak yang merawat orang tuanya yakin sukses,” kata Ike.

Keyakinan itu semakin kuat karena banyak pasiennya memiliki anak-anak yang berhasil dalam karier.

Ike mulai menjadi caregiver sejak September lalu setelah sepuluh tahun bekerja di pengepakan rokok. Suaminya, Rahmat, bekerja sebagai sales obat. Mereka memiliki dua anak.

Untuk mengatur waktu bekerja, Ike bersikap fleksibel. Dia menerima panggilan jika memungkinkan, namun menolak bila anaknya tidak bisa ditinggal.

Sementara itu, perlengkapan yang selalu dia bawa adalah masker, hand sanitizer, dan kaos tangan.

Profesi ini pertama dia kenal dari seorang perempuan di Jakarta yang juga bekerja sebagai caregiver.

Mereka bertemu melalui media sosial. Dari percakapan itu, Ike mendapat gambaran lengkap tentang profesi yang kini dia tekuni.

Kini sudah ada dua temannya di Sumenep yang ikut bekerja sebagai caregiver.

Meski begitu, Ike belum terpikir membentuk komunitas caregiver. Dia hanya ingin menjalani pekerjaannya sebaik mungkin sambil terus belajar.

"Belum terpikirkan untuk membuat komunitas. Masih fokus terus belajar dulu," kata dia mengakhiri.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/12/01/115625178/cerita-ibu-ike-caregiver-pertama-di-sumenep-yang-menjadi-sandaran-para

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com