Uang yang diperoleh selalu diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sang anak yang kini duduk di bangku kelas 7 madrasah tsanawiyah (MTs) di wilayah Kecamatan Jogoroto.
Itulah Sumarni (53), warga Dusun Wringinjejer, Desa Gondek, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Sepeninggal sang suami 3 tahun lalu, Sumarni hidup di sebuah rumah sederhana bersama putri dan ibu kandungnya.
Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga ini memang terbuat dari dinding bata merah dan atap genting.
Hanya saja, rumah permanen tersebut seluruh dindingnya belum terlapisi, lantai masih berupa tanah dan sebagian dilapisi bata, serta pintu jendela ala kadarnya.
“Rumah ini selesai dibangun sebelum bapaknya pergi (meninggal). Kondisinya ya seperti ini,” kata Sumarni, kepada Kompas.com, Minggu (30/11/2025).
Dalam kesehariannya, Sumarni bekerja sebagai buruh kupas bawang merah yang dilakukan di rumahnya sendiri.
Setiap hari, Ia mengambil bawang merah sebanyak 20 kilogram dari seseorang di desa sebelah, lalu dibawa pulang untuk dikupas.
Setelah dikupas, bawang merah tersebut dikembalikan dengan ongkos kerja sebesar Rp 1.800 per kilogram.
Rutinitas itu dilakukan Sumarni sejak beberapa tahun terakhir, guna memenuhi kebutuhan keluarganya.
Selain mengupas bawang merah, sesekali Ia mengambil dan mengumpulkan bulu ayam untuk dijual.
“Setiap harinya ya mengupas bawang merah. Bayaranya diberikan tiap 2 minggu,” ungkap Sumarni.
Tak memiliki motor
Dalam menjalankan aktivitas harian, Sumarni melakukannya dengan naik sepeda pancal atau berjalan kaki.
Itu dilakukan baik untuk mengambil bawang merah dan mengantarkannya kembali, maupun melakukan aktivitas lain.
Ia tidak memiliki motor. Keinginannya untuk membeli motor juga dipendam dalam-dalam demi menjaga kelangsungan pendidikan sang anak.
“Sebenarnya berminat, tapi uangnya yang gak ada. Kalaupun ada uang, ya buat kebutuhan sekolah anak saja,” ujar Sumarni.
Kebutuhan sekolah yang dimaksud ibu satu tersebut, antara lain buku LKS, uang saku harian, hingga biaya dan kebutuhan lainnya yang tidak ditanggung pemerintah.
Penerima Bansos
Ia menuturkan, keluarganya merupakan penerima manfaat dari program Bansos Sembako dan PKH pendidikan.
Terhadap Bansos yang diterimanya, Sumarni mengaku tak mau sembrono. Prioritas pertamanya adalah menyelesaikan apa yang menjadi kebutuhan putrinya selama sekolah.
“Dapatnya tiap 3 bulan. Ketika dapat, ya langsung digunakan untuk menyelesaikan kebutuhan sekolah anak,” katanya.
Namun, namanya tiba-tiba hilang dari daftar penerima Bansos dan tidak menerima pencairan sejak September 2025.
“Kalau yang pertama dan kedua masih dapat, tapi yang September dan November gak dapat,” ungkap ibu satu anak tersebut.
Sumarni mengaku telah mengkonfirmasi ke pihak pemerintah desa dan pendamping program Bansos.
Namanya diduga hilang akibat kesalahan input data yang menyebut dirinya telah berpindah alamat ke kecamatan lain.
Prioritaskan pendidikan anak
Sumarni tiap hari bangun subuh. Setiap pagi, Ia mengawali aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga dengan memasak, mencuci pakaian, serta mempersiapkan sang anak sebelum berangkat ke sekolah.
Setelah putrinya berangkat ke sekolah, Sumarni dengan sepeda pancalnya mengambil bawang merah di rumah seseorang di desa sebelah, lalu membawanya pulang untuk dikupas.
Bawang yang telah dikupas kemudian dikembalikan lagi pada sore hari.
Menurut Sumarni, dirinya tak bisa bepergian atau bekerja terlalu lama di luar rumah karena sedang menjaga dan merawat ibunya yang berada di rumah.
Hidup dalam kesederhanaan, Sumarni tak memiliki harapan muluk-muluk. Harapan terbesarnya, anaknya bisa terus sekolah.
“Harapannya ya bisa sekolah terus, supaya anak pintar,” ujar Sumarni.
Guna menjamin kelangsungan pendidikan putrinya, Sumarni selalu memprioritaskan pemenuhan kebutuhan sekolah, daripada membeli barang lain.
Tak lupa, Ia juga mengajari anaknya agar selalu berhemat, memprioritaskan kebutuhan yang paling penting, hingga mendorong anaknya belajar yang rajin.
“Karena yang paling penting ya buat sekolahnya anak. Kalau ada uang, yang kita dahulukan ya kebutuhan sekolahnya, sangunya (uang saku),” ungkap Sumarni.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/12/01/092038178/kisah-ibu-tunggal-di-jombang-rela-jadi-tukang-kupas-bawang-demi-pendidikan