Salin Artikel

Kisah Ibu Hamil Muda yang Sempat Tidur di SPBU, Kini Bangkit Lewat Jualan Pentol

Kisah itu milik Endang Susilowati, perempuan yang kini dikenal sebagai penjual pentol di Jalan Sultan Agung, Kota Sidoarjo.

Jauh sebelum memiliki gerobak kecil yang kini menjadi sumber rezekinya, Endang pernah melewati masa paling suram dalam hidupnya.

Kala itu Endang bersama sang suami, Sugianto, 3 tahun yang lalu datang ke Surabaya dengan harapan bisa memulai hidup baru.

"Waktu jaman Covid itu, suami kena pengurangan karyawan di pabrik kayu di Jember, jadi kami nekat ke Surabaya buat cari kerja," ujar Endang sembari tersenyum tipis, Minggu (30/11/2025).

Tak memiliki tujuan jelas maupun sanak keluarga yang bisa dituju, pasangan muda itu akhirnya terpaksa mengistirahatkan tubuh mereka di sebuah SPBU di kawasan Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.

Ironisnya, pada saat itu Endang tengah mengandung anak pertama mereka. Usia kandungan baru satu bulan.

"Karena kami nggak punya saudara di Surabaya sama di Sidoarjo, akhirnya kami nekat tidur di SPBU Jenggolo itu. Kami bermalam di SPBU itu sampai 3 malam, padahal waktu itu saya hamil 1 bulan," ujarnya sambil mengingat.

Demi bertahan hidup dan memastikan asupan gizi bagi janin yang dikandungnya selama berada di rantau, Endang dan suami mengambil keputusan yang cukup berat, yakni menjual satu-satunya barang berharga yang masih mereka miliki kepada warga setempat, seharga Rp 400.000.

"Uang sudah habis, buat makan nggak ada, kami terpaksa menjual satu-satunya barang berharga kami, waktu itu terjual cuma 4 ratus ribu," tambah Endang.

Di tengah keputusasaan itu, takdir berkata lain. Di sela-sela uang terakhir yang mereka miliki, Endang dan suaminya dipertemukan dengan seorang penjual pentol yang biasa mangkal di sudut SPBU.

Sang suami kemudian diajak bertemu dengan pemilik usaha pentol tersebut. Dari pertemuan singkat itulah, mereka akhirnya memutuskan untuk ikut berjualan pentol.

"Uang 4 ratus ribu itu kami gunakan buat makan dan cari kost. Alhamdulillah waktu itu kami pertemukan sama orang bos pentol."

"Akhirnya kami terima dan kami mulai jualan pentol dengan bagi hasil 30 persennya kami setorkan ke pemilik usaha, sisanya kami tabung sendiri," ucapnya.

Tak hanya sekadar menjual, perlahan-lahan Endang dan suaminya belajar membuat pentol.

Keinginan untuk mandiri dan memberi penghidupan yang lebih layak bagi buah hati mendorong mereka terus bertahan.

Berbekal tabungan yang mereka kumpulkan sedikit demi sedikit selama 2 tahun itu, pasangan ini memberanikan diri membuka usaha pentol sendiri.

"Alhamdulillah kami akhirnya setahun ini sudah bisa jualan pentol sendiri. Nekat buka usaha sendiri, soalnya anak sudah mulai besar, kebutuhan juga sudah mulai banyak," ungkapnya.

Kini, di sebuah rumah kontrakan sederhana yang mereka sewa seharga Rp 7,5 juta per tahun, di Kelurahan Magersari, Kecamatan Sidoarjo, Endang menetap bersama keluarga kecinya.

Dari ruang dapur yang sempit itu, ia memproduksi pentol buatannya sendiri setiap hari.

"Pentolnya buat sendiri di rumah kotrakan, sambil gantian sama bapaknya buat jaga anak," ujarnya.

Bersama suaminya, Endang menjalani ritme hidup yang penuh ketekunan. Keduanya berbagi peran tanpa keluhan, bergantian menjaga anak lelaki buah hati mereka di tengah kesibukan merintis usaha pentol rumahan.

"Saya jualan pagi sampai sore, anak dijaga sama bapaknya. Kalau malam sampai pagi baru saya yang jaga anak, sambil bikin adonan buat pentol," ujar Endang diiringi senyuman.

Bukannya tak ada aral rintangan dalam menjual pentol. Cuaca yang berubah cepat, panas terkadang juga hujan yang kerap datang tiba-tiba menjadi tantangan harian bagi Endang.

Belum lagi penghasilan yang tak selalu stabil, menjadi menu harian yang harus ia terima dengan lapang dada.

"Yang paling sedih itu kalau tiba-tiba turun hujan, rombong ini biasanya saya dorong ke tempat yang teduh, kan jualannya di pinggir jalan apalagi nggak ada tempat buat berteduh," ujarnya.

"Jualannya juga nggak selalu ramai, tapi tetap disyukuri, setidaknya kondisi yang sekarang ini nggak kayak 3 tahun yang lalu," tambahnya.

Di tengah kesibukan itu, Endang menyimpan satu cita-cita sederhana namun besar artinya, ia ingin menambah satu rombong pentol lagi.

Harapannya, dengan rombong tambahan itu, penghasilan keluarga bisa meningkat dan masa depan anaknya dapat lebih terjamin.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/12/01/085825078/kisah-ibu-hamil-muda-yang-sempat-tidur-di-spbu-kini-bangkit-lewat-jualan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com