Salin Artikel

Sebabkan Mikroplastik, Pembakar Sampah di Surabaya Bisa Kena Denda hingga Rp 50 Juta

SURABAYA, KOMPAS.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya mengingatkan adanya sanksi denda hingga Rp 50 juta dan kurungan penjara kepada masyarakat yang membakar sampah tanpa izin.

Peringatan sanksi tersebut keluar setelah adanya temuan dari peneliti dan aktivis lingkungan perihal adanya kontaminasi mikroplastik pada air hujan yang turun di Surabaya.

"Pembuang sampah liar Rp 75.000 sampai Rp 50 juta. Pembakaran juga begitu, Rp 300.000 sampai Rp 50 juta dan hukuman penjara 6 bulan," kata Kepala DLH Surabaya, Dedik Irianto saat dikonfirmasi, Selasa (18/11/2025).

Aturan perihal sanksi bagi pembuang dan pembakaran sampah itu telah tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2014 tentang Pengolahan Sampah.

"Undang-undangnya juga sudah ada, dilarang membakar sampah di ruang terbuka hijau tanpa menggunakan teknologi sesuai dengan ketentuan. Kita juga sering temui warga (bakar sampah)," ujarnya.

Dedik mengatakan, pembakaran sampah tanpa alat khusus bisa membuat mikroplastik menyebar melalui angin. Kemudian, partikel tersebut berpotensi menempel di air hujan yang turun.

Dengan demikian, Dedik meminta anggotanya untuk mengetatkan patroli di seluruh wilayah Surabaya. Dengan tujuan, mencegah pembakaran sampah sembarangan.

"Kita punya Tim Yustisi yang akan menindak warga yang melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut, karena (pembakaran sampah) sudah diatur di dalam undang-undang," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Jaringan Gen-Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai (Jejak), Komunitas Growgreen, River Warrior, dan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) melakukan penelitian pada air hujan di sejumlah lokasi.

Lokasi di Surabaya yang dipilih adalah kawasan Darmawangsa, Ketintang, Gunung Anyar, Wonokromo, HR Muhammad, Tanjung Perak, dan Pakis Gelora.

Penelitian tersebut dilakukan dengan menempatkan wadah aluminium, stainless steel, dan wadah mangkok kaca dengan diameter 20-30 sentimeter yang diletakkan pada ketinggian lebih dari 1,5 meter selama 1-2 jam.

“Semua lokasi penelitian tercemar mikroplastik. Kondisi ini mengkhawatirkan dan akan jadi ancaman serius bagi kesehatan warga,” kata peneliti Growgreen, Shofiyah, Jumat (14/11/2025).

Kandungan mikroplastik di kawasan Pakis Gelora tertinggi, sebanyak 356 partikel mikroplastik (PM)/liter, disusul Tanjung Perak pada posisi kedua dengan 309 PM/L. Shofiyah mengatakan, tingginya tingkat pencemaran mikroplastik disebabkan oleh kondisi lingkungan.

Di Pakis Gelora, peneliti menemukan aktivitas pembakaran sampah dan lokasi yang berdekatan dengan pasar serta jalan raya.

"Kami mengimbau agar warga tidak mangap atau menelan air hujan karena masuknya air hujan akan meningkatkan kontaminasi mikroplastik dalam tubuh,” tuturnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/11/19/053516878/sebabkan-mikroplastik-pembakar-sampah-di-surabaya-bisa-kena-denda-hingga-rp

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com