Ini terlihat adanya banjir pada beberapa titik di kota Surabaya setelah hujan deras yang terjadi.
Dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair) Dio Alif Hutama ST MSc menilai, risiko banjir lebih besar perlu diantisipasi lebih dini.
Mengingat puncak musim hujan diprediksi BMKG Maritim Tanjung Perak Surabaya baru akan terjadi pada Januari dan Februari 2026.
“Fenomena banjir yang muncul di beberapa wilayah Surabaya menunjukkan kapasitas infrastruktur drainase perkotaan Surabaya masih belum memadai, khususnya menghadapi fenomena cuaca ekstrem yang kerap terjadi,” ujar Dio, Senin (17/11/2025).
Ia mengungkapkan, salah satu penyebab utama banjir yang terjadi di beberapa wilayah Surabaya karena permukaan tanah yang banyak tertutup beton membuat air tidak bisa meresap optimal.
“Sementara saluran air di beberapa titik mengalami sedimentasi dan keterbatasan kapasitas,” ujarnya.
Selain itu, curah hujan yang tinggi dalam waktu singkat dapat melebihi kapasitas saluran drainase.
Terutama jika drainase mengalami penyumbatan oleh sampah atau sedimentasi sehingga pembuangan air ke sungai juga dapat memperparah kondisi tersebut.
“Makin banyaknya beton dan aspal di kawasan juga membuat air hujan tidak dapat meresap ke tanah secara alami sehingga mengalir langsung ke permukiman atau jalan,” ujarnya.
Terlebih lagi, di wilayah pesisir Surabaya terdapat risiko banjir rob akibat gelombang pasang di wilayah Selat Madura yang bisa memperparah kondisi banjir.
Ia menyebut tindakan preventif yang dapat dilakukan pemerintah, seperti memastikan seluruh fasilitas penunjang pengendalian banjir berfungsi optimal, terutama sebelum memasuki musim penghujan.
Misalnya dengan melakukan normalisasi saluran, pompa air, pintu air, pintu laut yang menuju ke muara, serta memastikan proyek drainase yang ada segera diselesaikan.
“Tata kelola kota yang baik untuk mengantisipasi banjir di Surabaya perlu dilakukan secara terpadu, tidak hanya berfokus pada perbaikan saluran, tetapi juga pada pengelolaan ruang kota secara berkelanjutan,” ucapnya.
Menurutnya, pemerintah juga harus memastikan tidak terjadi alih fungsi lahan resapan seperti ruang terbuka hijau dan lahan basah,” ungkapnya.
Optimasi bozem atau kolam retensi di titik-titik rawan genangan juga dapat berfungsi sebagai penampung sementara air hujan sebelum dialirkan ke sungai atau laut.
Ia menerangkan, penegakan tata ruang harus dibarengi dengan edukasi dan partisipasi masyarakat dalam menjaga saluran air agar tidak tersumbat oleh sampah.
“Pemerintah perlu memastikan infrastruktur pengendali banjir agar berfungsi optimal dan tata ruang kota dijalankan secara konsisten, sementara masyarakat juga harus berperan aktif menjaga lingkungan,” pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/11/17/142939978/banjir-surabaya-saat-musim-hujan-pakar-unair-sebut-perlu-adanya-pengelolaan