Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Nganjuk, Gunawan Widagdo, menjelaskan bahwa ekskavasi ini telah dilakukan sejak Senin (13/10/2025) lalu.
Hingga saat ini, kata Gunawan, tim diperkirakan telah mengevakuasi sekitar 60 persen bagian tubuh hewan purba tersebut. Ia menyebut ini menjadi salah satu penemuan penting di bidang kebudayaan dan geologi di Nganjuk.
“Hari ini kalau tidak salah sudah hari ke-9 (ekskavasi), jadi mulai tanggal 13 sampai tanggal 22 (Oktober). Dari yang sudah bisa diekskavasi itu ya kisaran 60 persen lah,” ujar Gunawan kepada Kompas.com, Selasa (21/10/2025).
Gunawan menyebutkan bahwa beberapa bagian tubuh stegodon telah ditemukan oleh tim ekskavasi, meliputi tulang rusuk, rahang, kaki, panggul, dan kuku, serta gading dengan panjang sekitar 2,5 meter.
Menariknya, kata Gunawan, bentuk gading stegodon yang ditemukan di Nganjuk ini cenderung lurus, berbeda dengan gajah purba di luar Jawa yang umumnya melengkung ke atas.
“Itu memang spesies Stegodon Jawa,” terangnya.
Diduga Berusia Sejuta Tahun
Menurut Gunawan, kajian awal dari Badan Geologi menyebutkan bahwa stegodon yang ditemukan di Hutan Tritik ini diperkirakan berusia sekitar 800 ribu hingga satu juta tahun.
Lapisan batuan di lokasi temuan juga menunjukkan indikasi aktivitas vulkanik purba dari Pegunungan Kendeng, yang berusia sekitar 1,8 juta tahun.
“Stegodon ini umurnya kira-kira sudah hampir sejuta tahun,” kata dia.
Pihak Disporabudpar Kabupaten Nganjuk, lanjut Gunawan, berharap temuan dan ekskavasi fosil stegodon ini dapat menjadi dasar pengembangan kawasan geopark prasejarah di Nganjuk.
“Dan tentunya itu kan nanti perlu ditetapkan dari Badan Geologi, syukur-syukur kalau nanti ada uluran tangan dari UNESCO,” harap Gunawan.
“Biar nanti Nganjuk itu paling tidak ya dikenal, punya peradaban masa lampau yang luar biasa,” lanjutnya.
Daya Tarik Wisata Prasejarah
Sementara itu, Wakil Bupati Nganjuk, Trihandy Cahyo Saputro, menerangkan bahwa penemuan ini merupakan salah satu yang terlengkap di Indonesia, untuk fosil spesies stegodon dari satu individu.
“Ya kurang lebih ada sekitar 60 sampai 65 persen (bagian tubuh yang berhasil ditemukan) dari stegodon yang ada di sana,” jelas Mas Handy, sapaan karib Trihandy Cahyo Saputro.
“Memang ada (temuan fosil) yang lebih lengkap, itu ada di Museum Geologi Bandung sekitar 85 persen, namun spesiesnya berbeda,” sambungnya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk, kata Mas Handy, berencana menjadikan kawasan lokasi temuan fosil stegodon sebagai geosite, yang nantinya akan dikembangkan menjadi geopark prasejarah.
Upaya ini dilakukan dengan menggandeng Museum Geologi Bandung, dan berbagai pihak terkait.
“Alhamdulillah aksesnya ke Tritik sudah bagus semua. Jadi memudahkan masyarakat kalau ingin lihat nanti di sana. Tapi ini masih berproses,” sebutnya.
Selain ekskavasi, lanjut Mas Handy, stakeholder terkait saat ini juga tengah berupaya membangun site museum di kawasan Tritik.
Untuk merealisasikan hal ini, pihak Pemkab Nganjuk tengah menjalin komunikasi dengan pihak Museum Geologi Bandung.
“Kami ingin bentuk juga site museum yang ada di sana. Sudah komunikasi dengan Museum Geologi. Nanti akan di-support dari teman-teman semuanya, begitu,” papar Mas Handy.
Mas Handy menambahkan, saat ini tim dari Badan Geologi masih bekerja hampir 24 jam untuk merampungkan proses ekskavasi dan konservasi.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat agar ikut menjaga area penemuan, agar tidak ada pengambilan fosil secara ilegal.
“Kami mohon dibantu untuk disampaikan kepada masyarakat, untuk dijaga. Jangan sampai diambil orang, ya jangan sampai. Ini penemuannya luar biasa, mudah-mudahan kita saling jaga antara satu sama lain,” pesannya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/21/173856778/ekskavasi-stegodon-di-nganjuk-capai-60-persen-diduga-fosil-terlengkap-di