Salin Artikel

Dari Sampah Jadi Emas, Cerita Warga Magetan Nabung Masa Depan Lewat Bank Sampah Rejoseri

Dari halaman rumah dan lorong-lorong kampung itulah lahir kisah inspiratif tentang upaya menabung masa depan dari hal sederhana, yaitu sampah.

Sosok di balik gagasan ini adalah Pramono, Ketua Bank Sampah Rejoseri, yang sejak 2018 berjuang menanamkan kesadaran lingkungan sekaligus membuka jalan ekonomi bagi warga sekitar.

“Waktu itu kita sudah punya program bank sampah, saya jadi fasilitator dan juga petugas pengambil dari lokasi,” kata Pramono ditemui di rumahnya Rabu (15/10/2025).

Ia bukan hanya penggerak kebersihan, tetapi juga pengangkut, pencatat, bahkan motivator. Setiap Minggu pagi, bersama beberapa relawan, ia berkeliling menjemput sampah terpilah dari rumah ke rumah.

Warga hanya perlu mengumpulkan dan menunggu tim Rejoseri datang.

Kumpul, jemput, angkut

Namun, di balik semangat itu, ada kendala besar yang dihadapi yaitu soal tempat penampungan.

“Kesulitannya itu di tempat. Banyak warga mau setor, tapi kita enggak punya tempat menampung,” ujarnya. 

Dari situlah muncul ide sistem “kumpul–jemput–angkut”, sebuah model sederhana yang membuat warga tak perlu repot menyimpan sampah lama-lama.

Dari sistem sederhana itu, Rejoseri tumbuh menjadi gerakan ekonomi lingkungan. Pramono menggagas kerja sama dengan Pegadaian dan meluncurkan program tabungan emas dari hasil sampah.

Hasil penjualan sampah warga langsung dikonversi menjadi saldo emas di akun Pegadaian Digital Service.

“Misalnya hasil timbangannya Rp10.000, itu langsung kita masukkan ke tabungan emas. Dulu nilainya sekitar 0,01 gram. Kalau ada yang mau nambah, bisa setor lima puluh ribu agar cepat terkumpul emasnya. Semuanya tercatat di aplikasi,” ujarnya.

Sistem ini membuat warga merasa memiliki sesuatu yang nyata. Mereka bisa memantau nilai emasnya naik dari waktu ke waktu.

“Semua tercatat, jadi mereka tahu berapa gram yang dimiliki. Dulu ibu-ibu semangat banget. Setiap Minggu ngumpul, nimbang, setor, terus lihat saldo emasnya bertambah,” ujarnya.

Terpukul Covid-19

Namun, pandemi Covid-19 memukul aktivitas Bank Sampah Rejoseri. Kegiatan menurun, sampah berkurang, dan sebagian anggota tak lagi rutin menyetor.

“Sebelum Covid semangatnya luar biasa, tapi setelah itu susah jalan. Tapi kami nggak menyerah. Masih ada yang menabung langsung ke Pegadaian,” kata Pramono.

Salah satu yang masih bertahan adalah Lis Permana Wardani, anggota aktif Rejoseri sejak awal berdiri.

Ia mengaku program tabungan emas benar-benar memberi makna baru bagi sampah rumah tangga.

“Dulu kami dikasih modal awal Rp 50.000 buat buka tabungan emas di Pegadaian. Setelah itu tiap bulan setor minimal Rp 25.000. Sampah dari rumah, warung, minyak jelantah semua bisa masuk,” ujarnya.

Hasil setoran sampah ditimbang, dicatat, lalu dikonversi ke saldo emas. “Awalnya kami catat manual dulu. Baru setelah ada aplikasi Pegadaian, langsung masuk saldo. Jadi bisa pantau sendiri dari HP,” ucap dia.

Lis menuturkan, sebagian besar anggota adalah ibu rumah tangga. Mereka menyisihkan waktu untuk memilah sampah, bukan hanya demi uang, tetapi juga kebanggaan bisa berkontribusi menjaga kebersihan lingkungan.

“Saya pernah dapat Rp1 juta dari tabungan emas. Ada yang sampai sejuta lebih. Kalau jalan terus, hasilnya lumayan,” katanya.

Sementara itu, Titik, anggota dan penggerak Bank Sampah Rejoseri mengaku kini jumlah anggota aktif mulai menyusut.

Dari 20 anggota, saat ini tinggal 8 ibu yang rutin menyetor sampah “Sekarang tinggal beberapa orang. Dulu hampir semua keluarga ikut. Mungkin kurang sosialisai atau karena dukungan dari desa kurang. Atau sebagian menganggap ngurus sampah itu merepotkan,” katanya.

Titik berharap ada perhatian dari pemerintah desa agar semangat warga bisa bangkit lagi untuk menghidupkan pungut sampah di rumah serta memilah sampah sehingga bisa dimanfaatkan kembali di daur ulang menjadi tabungan emas.

“Kalau ada pendampingan dan tempat yang layak, pasti hidup lagi. Karena ini bukan cuma soal sampah, tapi soal perubahan kebiasaan,” ujar Titik.

Meski bank sampah masih berjalan, Pramono mengalihkan sebagian energinya ke usaha sosial lain, yaitu Air Amanah, depot air isi ulang yang sebagian keuntungannya disumbangkan untuk anak yatim.

“Setiap tanggal 17, kami sisihkan seribu rupiah dari setiap galon yang terjual untuk anak yatim. Namanya program Seribu untuk Anak Yatim,” ucapnya.

Meski Rejoseri tidak seaktif dulu, semangat sosial yang ia tanam tetap hidup di hati para anggota.

Dari sisi lain, Kantor Pegadaian Magetan mengakui bahwa program tabungan emas dari daur ulang sampah seperti di Bank Smapah Rejoseri sejalan dengan upaya edukasi keuangan di tingkat masyarakat kecil.

Puguh, pegawai Pegadaian Cabang Magetan, mengatakan bahwa semua transaksi kini bisa dilakukan secara digital untuk menjaga kepercayaan nasabah.

Nasabah langsung tahu jumlah setoran dan jumlah emas yang mereka dapatkan dari aplikasi Tring.

“Sekarang nasabah bisa menabung, menjual, bahkan menggadaikan emas dari HP. Semuanya tercatat otomatis,” ujarnya.

Menurut dia, sistem Pegadaian memastikan keamanan aset.

“Emas yang tercatat digital itu benar-benar ada fisiknya di pusat. Jadi meski cuma punya 0,1 gram, nasabah tetap punya emas batangan yang disertifikatkan,” ucapnya. 

Biaya administrasi pun ringan, hanya Rp30.000 per tahun. “Kita ingin masyarakat merasa aman dan mudah.

Dulu waktu kerja sama dengan Bank Sampah Rejoseri, hasilnya luar biasa. Uang dari sampah yang tadinya kecil bisa berubah jadi investasi emas,” ucap Puguh.

Ia mengatakan, masyarakat masih salah kaprah mengira emas perhiasan sama dengan emas batangan.

“Padahal kalau untuk investasi, lebih baik emas batangan. Nilainya stabil, nggak kena potongan ongkos,” ujarnya.

Kini, harapan Pramono dan Puguh sejalan, yakni agar gerakan seperti Rejoseri bisa bangkit kembali, menjadi jembatan antara kesadaran lingkungan dan kemandirian ekonomi.

Program tabungan emas yang diinisiasi Pegadaian bersama Bank Sampah Rejoseri menjadi bukti nyata semangat “Pegadaian MengEMASkan Indonesia”.

Dari tumpukan sampah rumah tangga, warga Kepolorejo belajar menanam masa depan melalui gram-gram emas yang lahir dari kesadaran lingkungan.

“Kalau ada penggerak lagi, saya yakin bisa jalan. Karena konsepnya bukan hanya uang, tapi nilai, dari hal kecil seperti sampah, kita bisa daur ulang menjadi emas. Kita menanam masa depan,” tutur Pramono. 

https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/15/201235378/dari-sampah-jadi-emas-cerita-warga-magetan-nabung-masa-depan-lewat-bank

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com