Nur Hayati, istri Wasis mengungkapkan, pada Agustus 2025 lalu, petugas PLN tiba-tiba datang ke rumahnya, memutus aliran listrik serta membongkar meteran.
Saat itu, kata dia, petugas yang datang menyebut adanya lubang di bagian bawah penutup meteran yang dianggap sebagai pelanggaran golongan 2.
“Waktu itu tiba-tiba saja petugas dari PLN datang, langsung memutus aliran listrik rumah saya," kata Nur Hayati, saat ditemui Kompas.com, Senin (13/10/2025).
Ia menuturkan, petugas PLN saat itu membongkar meteran, lalu membawa meteran listrik yang berlubang tersebut.
Tiga jam setelah aliran listrik di rumahnya diputus, Nur Hayati diminta datang ke Kantor PLN Jombang untuk mendapatkan penjelasan lebih detail terkait dengan pemutusan listrik.
Di Kantor PLN, Nur Hayati mendapatkan penjelasan soal alasan pemutusan listrik. Ia dituding melakukan pencurian listrik serta merusak meteran.
Atas pelanggaran tersebut, Nur Hayati diminta membayar denda sebesar Rp 6.944.015.
“Saya kaget, karena dituduh mencuri listrik sejak tahun 2017. Sebelumnya enggak ada pemberitahuan apa-apa,” ujar Nur Hayati.
Menyicil denda
Nur Hayati sebenarnya sudah mengajukan keberatan atas tudingan pencurian listrik serta jatuhnya denda yang nilainya hampir Rp. 7 juta. Namun, permintaannya saat itu ditolak.
Karena berharap aliran listrik di rumahnya kembali tersambung, istri buruh bangunan tersebut akhirnya bersedia membayar denda, namun dengan cara dicicil.
Ia diminta membayar uang muka atau DP sebesar Rp 2.227.685, sedangkan sisanya dimasukkan kedalam tagihan listrik bulanan selama 12 bulan.
“Setelah saya membayar DP, hari itu langsung disambung dan bisa menyala lagi. Kekurangannya dicicil dan masuk tagihan listrik bulanan,” ungkap Nur Hayati.
Menurut dia, listrik di rumahnya tersambung sejak tahun 2001, dengan atas nama suaminya, Wasis, yang dalam kesehariannya bekerja sebagai buruh bangunan.
Dengan beban 900 KWH, Nur Hayati setiap bulan mempunyai tagihan listrik rata-rata Rp 900.000.
“Tagihan per bulan stabil segitu Rp 150.000, nggak pernah naik banyak atau turun. Rata-rata segitu,” ujar Nur Hayati.
Bukan pencurian listrik
Sementara itu, berdasarkan surat dari PLN kepada Wasis, suami Nur Hayati, yang sempat ditunjukkan dan dibaca Kompas.com, tertera alasan jatuhnya denda.
Pada poin pertama, PLN menyampaikan adanya temuan tutup cover kWh meter berlubang pada bagian bawah, sehingga berdasarkan ketentuan yang berlaku maka dikategorikan sebagai pelanggaran golongan 2.
Kemudian pada poin kedua, berdasarkan temuan tersebut, pelanggan dikenakan tagihan susulan sebesar Rp 6.944.015 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Saat dikonfirmasi, Manager PLN ULP Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengategorikan persoalan yang dihadapi pelanggan atas nama Wasis atau Nur Hayati sebagai pelanggaran pencurian listrik.
“PLN tidak pernah membuat pernyataan seperti itu (pencurian listrik),” kata Dwi, saat dikonfirmasi di kantor ULP PLN Jombang, Senin (13/10/2025).
Ia mengatakan, persoalan yang dihadapi Nur Hayati terkait perubahan instalasi dari standar yang ditentukan.
Perubahan dari standar yang semestinya tersebut, ditemukan oleh tim Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) yang secara rutin melakukan monitoring.
“Dalam kasus seperti yang dialami Ibu Nur Hayati, tim menemukan kabel meteran yang berubah dari standar,” kata Dwi.
Dari hasil pemeriksaan, dipastikan adanya pelanggaran kategori, sehingga PLN menetapkan adanya tagihan susulan sebesar Rp 6.944.015.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/13/150201978/buruh-bangunan-di-jombang-didenda-pln-rp-7-juta-listriknya-diputus-karena