Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur, mengatakan, Faiz memerlukan penangguhan penahanan itu agar bisa kembali melanjutkan pendidikannya.
Apalagi Faiz tengah duduk di bangku kelas 3 madrasah aliah atau setingkat SMA sehingga membutuhkan persiapan menghadapi ujian nasional.
“Kami mendorong kepolisian untuk memberikan penangguhan penahanan terlebih Faiz sudah kelas 3, banyak ujian sekolah yang harus dilaluinya,” ujar Isnur yang datang menjenguk Faiz maupun tahanan politik lainnya di Mapolres Kediri Kota, Senin (6/10/2025).
Pihaknya juga mendorong kepolisian memberikan keleluasaan belajar, membaca buku, maupun aktivitas yang berorientasi pada pendidikan kepada para tahanan yang ditahan atas aksi unjuk rasa tersebut.
Hal itu menyusul sikap kepolisian Kediri yang melarang para tahanannya dibawakan buku oleh keluarga.
Isnur mengingatkan sejarah dari sejumlah tokoh perjuangan masa lalu yang menjalani penahanan oleh penjajah Belanda namun tetap mendapatkan haknya atas ilmu pengetahuan.
“Jangan sampai polisi Indonesia tidak memenuhi hak (akses illmu pengetahuan) daripada Belanda,” lanjutnya.
Pihaknya bersama sejumlah lembaga lainnya berjanji akan terus mengawal kasus yang disebutnya kriminalisasi ini hingga tuntas.
Imroatun, ibu Faiz, juga juga mengharapkan kebebasan anaknya nomor dua dari dua bersaudara itu. Kebebasannya itu akan menjadi modal utama dalam melanjutkan cita-citanya.
“Dia cita-citanya bisa berkuliah jurusan filsafat di UGM,” ujar Imroatun yang turut hadir di Mapolres tersebut.
Sehingga untuk menggapai cita-citanya itu, Faiz harus kembali ke sekolah dan mengikuti sejumlah tahapan agar lulus. Termasuk dengan mengikuti tes kemampuan akademik.
“Dia harus segera kembali ke sekolah,” kata perempuan yang juga pengurus Muhammadiyah di desanya ini.
Ada pun pihak Polres Kediri Kota melalui Kasatreskrim Polres Kediri Kota, AKP Cipto Dwi Laksono belum merespons upaya konfirmasi Kompas.com perihal langkah AFY ini.
Sebelumnya diberitakan, pelajar AFY ditangkap polisi Kediri Kota pada 21 September 2025 atas dugaan keterlibatannya pada aksi unjukrasa yang berakhir ricuh pada akhir Agustus 2025.
AFY yang cukup aktif di bidang literasi itu dijerat dengan Pasal 28 ayat (3) jo. Pasal 45A ayat (3) Undang-undang Transaksi Elektronik (ITE), perihal ujaran kebencian dan penghasutan unjuk rasa.
Sejumlah barang bukti yang disita kepolisian di antaranya adalah dua buku bacaan dan sebuah buku catatan harian.
Selain itu, juga ada laptop dan poster. Semua barang itu diambil dari rumah AFY.
Pihak keluarga melalui pengacaranya sudah menyampaikan surat penangguhan penahanan sejak 25 September 2025, namun belum ada kejelasan hasilnya sampai sekarang.
Anang Hartoyo dalam kesempatan sebelumnya mengatakan, barang yang disita itu hanyalah alat ekspresi berpikir dan jika itu dianggap alat kejahatan, maka yang diserang adalah kebebasan berpikir itu sendiri.
“Jika hari ini pelajar bisa dikriminalisasi karena berpikir, maka besok siapa pun bisa mengalami hal yang sama. Ini bukan penegakan hukum ini pembungkaman yang dibungkus pasal,” ujar Anang.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/06/172738278/tahanan-penjajah-belanda-saja-masih-boleh-baca-buku-masa-tahanan-di