Salin Artikel

3 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Aremania Ini Trauma Bertemu Polisi

Dia adalah Edi Sutrisno, Aremania asal Banyuwangi, Jawa Timur. Ia menceritakan rasa trauma yang dialami meski tragedi telah berlalu tiga tahun.

"Setelah kejadian tiga tahun lalu, saya dan keluarga belum pernah lagi menginjak Stadion Kanjuruhan," kata Edi, Rabu (1/10/2025).

Masih ada trauma yang membekas di hati dan ingatannya bagaimana saat ia berangkat dengan gembira untuk menyaksikan tim kesayangannya yang kala itu melawan Persebaya Surabaya.

Namun fakta yang dihadapi justru sebaliknya. Ia dihadapkan pada situasi mencekam.

Permasalahan yang dipicu penanganan yang dianggap tidak tepat oleh steward kepada suporter, membesar menjadi kerusuhan dan tembakan gas air mata oleh polisi ke tribune penonton.

Salah satunya ke tribune 13, yang dilihat Edi, gas air mata berulang kali disemprotkan ke sana.

Sementara posisi Edi bersebelahan dengan Gate 13, sangat terpengaruh karena asap gas air mata tersapu angin dan mengarah ke sekitarnya.

"Meski tidak tersemprot langsung, tapi efeknya sangat terasa. Itu sangat pedih di mata dan membuat sesak napas," tuturnya.

Dalam situasi yang kian tak karuan, Edi melihat istrinya yang mulai sesak napas dan nyaris pingsan, namun mengerahkan segala kekuatannya agar tetap kuat berdiri.

Ia melihat suporter berdesakan di pintu keluar dan mengambil keputusan untuk melompat dari tribune. Ia mendahulukan istrinya melompat.

Sementara itu di bawah bagian luar, sejumlah aremania telah siap membantu satu per satu.

Berkat upayanya serta pertolongan sesama Aremania, Edi dan istrinya yang telah sesak napas dan hampir pingsan dapat selamat, meski harus terluka karena benturan.

Sementara itu korban meninggal dunia, disebut Edi, mayoritas karena sesak napas dampak gas air mata, dan terinjak-injak saat berupaya keluar dari stadion.

Peristiwa tersebut meninggal trauma. Edi mengungkapkan, sesekali trauma itu masih menghantuinya.

"Saat melihat keramaian dan di situ ada polisi, seperti saat demo. Saat di stadion, masih punya rasa sedikit kesal dan jengkel dengan polisi yang saat itu terlalu represif terhadap Aremania," ujar Edi mengungkapkan saat-saat traumanya datang.

"Selama 25 tahun jadi suporter, separah-parahnya kerusuhan di dalam stadion di Indonesia, tidak pernah ada korban jiwa. Jadi diharapkan bapak-bapak polisi jangan terlalu represif, pendekatan persuasif dan humanis akan lebih efektif," sambungnya.

Kini, ia pun memilih untuk menghindari keramaian, dan kini memilih untuk mendukung Arema lewat tontonan streaming.

Sementara untuk rencana menyambangi kembali Stadion Kanjuruhan, terbersit keinginan tersebut di dalam hatinya, meski ia belum tahu kapan dapat merealisasikannya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/01/215725478/3-tahun-tragedi-kanjuruhan-aremania-ini-trauma-bertemu-polisi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com