Tenda yang berisikan ratusan orangtua dari para korban ambruknya Pondok Pesantren Al-Khoziny, Desa Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (29/9/2025).
Bangunan tiga lantai yang berfungsi sebagai mushala tiba-tiba ambruk dan menimpa para santri yang sedang melaksanakan shalat ashar sekitar pukul 15.00 WIB.
Mereka tak tidur dan duduk berimpitan demi menunggu kabar keberadaan anak-anaknya yang masih belum ditemukan.
Mungkin, ruangan itu menjadi tempat paling keras ratusan doa dipanjatkan, ribuan harapan dilantunkan.
Sementara terlihat wajah-wajah penuh cemas, sedih, amarah, dan penuh harap tergambarkan pada setiap paras orang tua tersebut.
Setiap mobil ambulans yang lewat di depan posko, selalu menjadi kabar paling menegangkan sekaligus paling ditunggu-tunggu.
Seperti halnya, wanita paruh baya yang terlihat terus termenung bersandarkan tembok sembari mulutnya tak berhenti mengucapkan ayat-ayat suci.
Dia adalah Rosida (49), wali murid dari Kafa Ahmad Maulana (15), korban lainnya yang sedang duduk di bangku SMP kelas IX.
Rosida menjelaskan pertama kali mendengar kabar tersebut dari temannya yang juga merupakan wali murid ponpes Al-Khoziny.
“Pertama kali dengar sekitar pukul 19.00 WIB dari temenku, terus langsung ke sini,” ujar Rosida saat ditemui Kompas.com, Selasa (30/9/2025).
Ia menyebutkan, dirinya berkomunikasi terakhir kali dengan sang putra beberapa jam sebelum kejadian sekitar pukul 14.00 WIB.
“Jadi sekitar pukul 14.00 WIB kemarin itu dia minta transfer uang, udah gitu aja,” sebutnya.
Ia pun juga tidak menyangka jika anaknya harus menjadi korban dari kejadian nahas tersebut.
Rosida hanya bisa terus bersabar dan berharap putranya dapat ditemukan dalam keadaan selamat.
“Saya hanya bisa terus berdoa saja, Mbak, semoga bisa diselamatkan dalam keadaan baik dan sehat,” pungkasnya.
Di kesempatan yang sama, Shadiq (57) yang sudah menunggu di posko keselamatan sejak kemarin, Senin (29/9/2025).
Ia tak tidur semalaman sambil terus berharap ada kabar baik dari keberadaan cucunya, Muhammad Azam Habibi, yang tengah duduk di bangku SMP kelas VIII.
Shadiq mengungkapkan pertama kali mendengar kabar robohnya mushala ponpes tersebut justru dari Radio Suara Surabaya (SS) sekitar pukul 16.30 WIB.
“Jadi kemarin sore kan saya di rumah terus kebetulan dengar SS katanya ada pondok roboh, terus gak lama kemudian saya dapat info dari SS juga pondok sini,” ungkap Shadiq.
Ia menuturkan, tidak ada satu pun pihak ponpes yang memberitahu pihak keluarga.
Justru kedua orangtua Azam mengetahui kabar tersebut dari Shadiq.
“Malahan kan orangtuanya Azam masih kerja, terus saya yang beritahu mereka pertama kali,” tuturnya.
Ia bersama satu keluarga pun langsung meluncur ke lokasi kejadian dan sampai sekitar pukul 19.00 WIB.
Kini, Shadiq hanya bisa berharap agar cucunya dapat ditemukan dengan kondisi selamat.
“Harapan saya ada mukjizat untuk dia masih hidup tapi kan dikembalikan lagi semua yang mengatur Tuhan,” ucapnya.
Tragedi ini tentu menjadi mimpi paling buruk yang tak pernah terbayangkan bagi setiap orangtua.
Kini, mereka hanya bisa berpasrah kepada Tuhan sembari berharap agar tim penyelamat dapat segera menemukan setiap anak yang hilang.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/01/143349478/air-mata-dan-doa-orangtua-korban-ponpes-al-khoziny-ambruk-berharap-ada