Menurutnya, hal tersebut berhubungan dengan bantuan kepada masyarakat.
Eri mengatakan, alasan kebijakan 1 rumah 3 KK tersebut untuk memastikan warga memang tinggal di alamat itu.
Sebab, ada sejumlah bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
"Pembatasan (1 alamat 3 KK) itu sebenarnya adalah bahwa rumah itu, adalah rumah yang memang cukup ditempati beberapa orang," kata Eri, Kamis (25/9/2025).
"Kita akan tahu jumlah warga yang akan kita bantu, kalau 1 rumah lebih dari 3 KK, terus setelah itu orangnya tidak tinggal di situ, enggak mampu Surabaya membantu, enggak mampu," tambahnya.
Eri mengungkapkan, pihaknya ingin berbagai bantuan yang diberikan bisa tepat sasaran kepada warga Surabaya.
Dengan demikian, diperlukan data yang sesuai dengan kenyataan.
"Kaya (bantuan) sekolah, keluarga miskin, pra miskin yang tinggal di Surabaya, yang keluarganya saya gratiskan. Kalau anaknya menikah terus masuk KK-nya, akhirnya gak tepat sasaran," jelasnya.
Lebih lanjut, Eri menawarkan kebijakan lain, seperti memperbolehkan 1 alamat lebih dari 33 KK.
Namun, bantuan yang diberikan tetap dibatasi hanya 1 KK yang ada di rumah tersebut.
"Makanya kita sepakati, enggak apa lebih 3 KK tapi yang saya bantu 1 KK. Lek kabeh njalok bantuane Pemkot, duwite entek (kalau semua minta bantuannya Pemkot, habis uangnya," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko mengatakan, awalnya ada sejumlah warga Simolawang, Kecamatan Simokerto mengadu perihal kebijakan 1 alamat 3 KK itu.
"Mereka ini di pemukiman padat, mempermasalahkan perihal ketentuan dimensi luas karena itu ada dalam SE, luasan 9 meter persegi itu untuk 1 jiwa," kata Yona, saat dikonfirmasi, Rabu (24/9/2025).
Sedangkan, kata Yona, aturan luasan yang tercantum dalam SE Sekda Nomor 400.12/10518/436.7.11/2024 tersebut, tidak bisa diterapkan di perkampungan padat penduduk.
"Hal semacam ini tidak relevan kalau kemudian itu digunakan untuk pemukiman padat seperti di Simolawang di mana itu ada rusun juga. Mereka kesulitan kalau mengikuti 9 meter 1 jiwa," jelasnya.
"Sementara fakta di lapangan itu dijumpai rumah petak yang ada di pemukiman padat penduduk itu kan 9 meter lebih dari 1 jiwa. Kadang 1 petak itu juga bisa lebih dari 1 KK," tambahnya.
Selain itu, menurut dia, SE yang diterbitkan Mei 2024 tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum.
Oleh karena itu, Yona merekomendasikan agar aturannya diganti dengan Perwali.
"Kita minta dicabut dulu dan segera diterbitkan Perwali. Secara lebih rincinya Perwali itu harus mengakomodir apa yang menjadi masukan dari masyarakat dan pihak terkait," ujarnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/25/152727278/eri-cahyadi-jelaskan-alasan-kebijakan-batasi-1-alamat-3-kk-di-surabaya