NGANJUK, KOMPAS.com – Direktur Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Nganjuk, Anang Hartoyo, mengkritik keras penangkapan dan penetapan tersangka terhadap AFY (19).
AFY merupakan pelajar SMA asal Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, yang ditangkap aparat Polres Kediri Kota.
Anang menyebut, penangkapan AFY sarat dengan pelanggaran prosedur hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
AFY ditangkap polisi karena diduga menyebarkan seruan aksi anarkis di media sosial, saat berlangsung demonstrasi berujung ricuh di Kota dan Kabupaten Kediri pada Sabtu 30 Agustus 2025 lalu.
Dalam perkara ini, AFY telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan sangkaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Kami menduga ada pelanggaran prosedur serius,” jelas Anang kepada Kompas.com, Rabu (24/9/2025).
Kronologi penangkapan
Menurut Anang, penangkapan AFY berlangsung pada Minggu (21/9/2025) malam. Saat itu, ada sekitar delapan hingga 10 aparat gabungan dari kepolisian yang mendatangi rumah AFY, dengan membawa surat tugas dan surat perintah penggeledahan.
Namun, kata Anang, penggeledahan dinilai tidak sesuai KUHAP karena tidak melibatkan perangkat desa maupun saksi independen.
Sementara dari penggeledahan itu, polisi menyita barang-barang milik AFY berupa satu unit handphone, satu unit laptop, tiga buku, serta tujuh lembar poster berisi pemikiran politik.
Kendati aparat kepolisian datang dengan membawa surat tugas dan surat perintah penggeledahan, akan tetapi berita acara penyitaan baru diberikan setelahnya.
“Prosedur penggeledahan ini tidak sesuai ketentuan KUHAP, karena tidak disaksikan oleh perangkat setempat baik RT maupun RW, dan aparat langsung masuk dan melakukan penggeledahan tanpa melibatkan saksi independen,” sebut Anang.
“Lalu penyitaan (barang bukti) tidak disertai dengan Berita Acara Penyitaan (BAP-Sita) yang sah. Dokumen berita acara baru diberikan kemudian,” lanjutnya.
Pemeriksaan tanpa pendampingan
Setelah penggeledahan, kata Anang, AFY diminta datang ke Polres Kediri Kota pada Minggu (21/9/2025) malam. Namun, saat itu status hukumnya tidak jelas, dan ia baru diperiksa Senin (22/9/2025) pagi dengan status saksi terkait Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.
Berdasarkan informasi yang didapat Anang dari pihak keluarga, pemeriksaan terhadap AFY berlangsung hingga Selasa (23/9/2025) dini hari, atau sekitar 30 jam tanpa istirahat layak dan tanpa didampingi penasihat hukum.
“AFY tidak diberikan kesempatan istirahat yang cukup, pendamping hukum tidak dihadirkan saat penyitaan maupun pemeriksaan awal. Hal tersebut jelas melanggar hak-hak tersangka atau saksi dan prinsip Hak Asasi Manusia,” tegas Anang.
Anang menyebut pada awal pemeriksaan pasal yang disangkakan terhadap AFY ialah Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan. Akan tetapi setelahnya berubah menjadi Pasal 45A ayat (2) dan (3) jo Pasal 27 UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Baru pada Selasa (23/9/2025) sekitar pukul 01.30 WIB, AFY resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kediri Kota.
Menurut Anang, penetapan tersangka terhadap AFY tidak sah, karena dilakukan tanpa gelar perkara terbuka, tanpa pengawasan internal penyidik, serta tanpa uji forensik digital terhadap barang bukti.
“Penetapan tersangka tersebut bertentangan dengan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, yang mewajibkan minimal dua alat bukti sah untuk penetapan tersangka,” tuturnya.
Ajukan penangguhan penahanan
LBH AP Muhammadiyah Nganjuk berencana untuk menempuh langkah hukum terkait penahanan AFY. Di antaranya dengan mengajukan penangguhan penahanan terhadap AFY, hingga bakal menempuh praperadilan terkait sah atau tidaknya penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penetapan tersangka, dan penahanan.
“Kami berencana meminta perlindungan hukum eksternal, baik ke Komnas HAM, Ombudsman RI, maupun Propam Polri, mengingat terdapat dugaan pelanggaran prosedur serius. Apalagi AFY ini masih berusia 19 tahun, dan berstatus pelajar SMA,” tutup Anang.
Dilansir dari laman resmi Polres Kediri Kota, hingga Selasa (23/9/2025) telah ada 51 orang yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus kerusuhan pada 30 Agustus 2025 lalu.
Kasat Reskrim Polres Kediri Kota, AKP Cipto Dwi Leksana, dalam konferensi pers di Gedung Rupatama Polres Kediri Kota, Selasa (23/9/2025), menyampaikan bahwa 51 tersangka tersebut terdiri 32 orang dewasa, dan 19 anak berhadapan hukum.
Sebanyak 46 tersangka dilakukan penahanan, sedangkan lima orang lainnya tidak ditahan karena ancaman pidana yang disangkakan di bawah 5 tahun.
Salah satu tersangka yang ditahan ialah AFY atau F, yang diduga memicu kerusuhan melalui ajakan di media sosial.
“Pelaku F (AFY) menyebarkan ajakan melalui akun media sosial, sehingga mengundang massa untuk ikut dalam aksi yang berakhir ricuh,” ungkap Cipto.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/24/114729478/lbh-kritik-penangkapan-pelajar-nganjuk-yang-diduga-menghasut-kerusuhan-di