Sidak ini untuk menanggapi dugaan pelanggaran terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tunggakan gaji yang dialami mantan karyawan PT Kasa Husada Wira Jatim.
Mochammad Yusuf, salah satu perwakilan korban, mengungkapkan bahwa sejak 1 Agustus 2025, perusahaan menurunkan jabatan seluruh manajer dan supervisor tanpa alasan yang jelas.
Akibatnya, para korban tidak bisa mendapatkan tunjangan karena penurunan jabatan tersebut tidak disertai dengan surat peringatan (SP).
Pada 15 Agustus 2025, perusahaan secara tiba-tiba mengumumkan akan melakukan PHK massal kepada seluruh karyawan.
Yusuf menjelaskan bahwa para mantan karyawan yang di-PHK hanya menerima pesangon sebesar Rp 250.000 per bulan, sementara biaya BPJS tidak pernah dibayarkan, dan gaji dari tahun 2023 hingga 2025 hanya dibayarkan sebesar 50 persen dari gaji pokok.
“Pihak perusahaan selalu menantang kami, katanya ‘ayo kalau berani naikkan tuntutannya ke dinas, ayo ke pengadilan’."
"Padahal kami bisa diajak diskusi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Masa sebulan hanya Rp 250.000, sedangkan kita juga harus menafkahi keluarga,” ungkap Yusuf.
Ia juga meminta agar perusahaan mempertimbangkan pengorbanan para karyawan yang sejak tahun 2023 hanya dibayar 50 persen dari gaji pokok.
“Teman-teman sudah banyak mengalah, artinya sangat tidak manusiawi. Pesangon itu bisa dicicil tiga kali atau dari Rp 140 juta, bisa diberi Rp 50 juta dulu untuk membuka wirausaha atau yang lain,” paparnya.
Seorang perwakilan pensiunan PT Kasa Husada Wira Jatim yang telah bekerja sejak tahun 1991 hingga 2024 juga menyampaikan keluhannya.
Ia mengatakan perusahaan pernah menjanjikan akan membayar 50 persen dari kekurangan gaji sejak tahun 2023, tetapi hingga Juli 2025 belum ada tindak lanjut mengenai pesangon maupun kekurangan gaji tersebut.
“Saya sudah tidak punya penghasilan, di usia segini juga enggak ada yang bisa diperbuat,” ungkapnya.
Ketua Pejabat Pelaksana Tugas (Plt) PT Kasa Husada Wira Jatim, Norman, menyatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan pasca-pandemi Covid-19 semakin menurun dan hampir pailit.
Hal ini disebabkan penurunan penjualan dan utang yang menumpuk hingga lebih dari Rp 24 miliar.
“Setiap bulannya, beban gaji karyawan mencapai Rp 500 juta. Apalagi UMR Surabaya minimal Rp 5 juta, belum lagi biaya perawatan alat-alat kami,” ungkap Norman.
Norman menambahkan bahwa keputusan untuk melakukan PHK telah didiskusikan dengan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Surabaya serta PT Panca Wira Usaha (PWU), perusahaan induk dari PT Kasa Husada Wira Jatim.
“Kami sudah menaati aturan yang berlaku. Beban gaji yang terlalu tinggi mengganggu proses produksi,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa saat ini kondisi kas perusahaan benar-benar kosong, sehingga tidak dapat memenuhi seluruh tuntutan para mantan karyawan.
“Kalau pun ada uang kas, pasti langsung ditarik oleh perbankan karena utang perusahaan yang banyak,” tegasnya.
Cak Ji, sapaan akrab Armuji, menyarankan agar Disperinaker Kota Surabaya mendampingi mediasi dan mengawal tuntutan yang diajukan oleh para korban.
“Saya minta Disperinaker untuk mendampingi para korban ini karena mereka selama ini tidak pernah ada perwakilan,” tuturnya.
Ia menekankan pentingnya mediasi untuk mencapai kesepakatan sesuai dengan aturan dan kebijakan yang berlaku, serta memastikan hak-hak korban dapat terpenuhi.
“Tolong tuntutan teman-teman ini dikawal dan disesuaikan dengan aturan dan kebijakan yang berlaku,” pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/15/142930478/armuji-sidak-dugaan-kasus-phk-sepihak-dan-gaji-tak-dibayarkan-oleh-pt-kasa