Dari keluhan nelayan dengan adanya pagar beton laut membuat perubahan arus di kisaran pinggir pantai, hadirnya sedimentasi dan pendangkalan serta nelayan semakin jauh jaraknya untuk proses penangkapan ikan.
“Pembangunan apapun di NKRI harus mengedepankan kepentingan rakyat gak boleh dikalahkan oleh kepentingan usaha ataupun swasta, semua harus di sinergikan” ujar Riyono, Senin (15/9/2025).
Riyono menambahkan, nekayan yang terdampak pembangunan beton pagar alut juga harus mendapat kompensasi CSR.
"Berikan kompensasi CSR untuk pengembangan ekonomi nelayan," imbuhnya.
Menurutnya kasus pagar beton di Cilincing memang berbeda dengan Tangerang.
Pagar laut Bekasi belum ada izin KPPRL (Kesesuaian Perizinan Pemanfaatan Ruang Laut) sehingga statusnya illegal dan masuk ranah denda.
Sedangkan Pagar laut beton di Cilincing yang di miliki oleh pihak swasta ternyata sudah ada izin sejak 2023 dari KKP.
“Semua pemanfaatan ruang laut harus ada izinya, administrasi harus jelas dan sesuai dengan kondisi lapangan. Namun ternyata dari hasil pengecekan lapangan oleh tim saya dan pertemuan dengan nelayan bersama perusahaan pemilik pagar laut beton ada kendala,” ucapnya.
Terkait keberadaan pagar laut menurut Riyono semua pihak harus melihat kepentingan nelayan sebagai rakyat yang berhadapan langsung dengan pemanfaatan wilayah pesisir.
Jangan sampai pembangunan yang tujuannya memberikan nilai tambah ekonomi ternyata mengurangi pendapatan nelayan dan warga pesisir.
“Kepentingan nelayan yang utama, pembangunan harus berdampak langsung kepada mereka. Keberadaan pagar laut beton di Cilincing jangan mengganggu nelayan, negara harus mendahulukan rakyat sebelum yang lain,” ucapnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/15/104322978/pagar-laut-cilincing-anggota-dpr-desak-pemerintah-pastikan-akses-nelayan