JOMBANG, KOMPAS.com - Tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi yang diperoleh anggota dan pimpinan DPRD Jombang, Jawa Timur, menjadi sorotan karena jumlahnya dinilai terlalu fantastis.
Terkait sorotan publik atas besaran tunjangan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Jombang Hadi Atmaji, akhirnya buka suara.
Ia tidak menampik adanya tunjangan dengan nominal cukup besar yang diterima setiap dewan, termasuk para wakil ketua dan ketua DPRD Jombang.
Namun, kata Hadi, untuk menurunkan besaran tunjangan atau bahkan mencabut ketentuan adanya tunjangan, pihaknya masih menunggu penyesuaian dari pemerintah pusat.
“Apakah kabupaten Jombang mau mencabut? Ini bukan hanya persoalan mencabut. Tetapi sekarang ini pemerintah pusat sedang melakukan identifikasi untuk menyeragamkan batasan keuangan untuk tunjangan perumahan itu,” ujar Hadi di Kantor DPRD Jombang, Rabu (10/9/2025).
Sebagai informasi, selain gaji pokok, para pimpinan dan anggota DPRD Jombang mendapatkan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi setiap bulan.
Ketentuan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi bagi pimpinan dan anggota DPRD Jombang tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Jombang Nomor 66 Tahun 2024.
Berdasarkan Perbup yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 tersebut, ketua DPRD akan menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 37.945.000 setiap bulan.
Para wakil ketua DPRD Jombang memperoleh tunjangan sebesar Rp 26.623.000, sedangkan setiap anggota DPRD Jombang menerima sebesar Rp 18.865.000.
Di samping tunjangan perumahan, setiap anggota legislatif juga memperoleh tunjangan transportasi sebesar Rp 13.500.000 per bulan.
Rujukan tunjangan
Hadi Atmaji menjelaskan, ketentuan pemberian tunjangan perumahan bagi setiap anggota DPRD Kabupaten Jombang, termasuk para pimpinan, dilatarbelakangi ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan rumah dinas untuk masing-masing pimpinan dan anggota dewan.
Tingginya biaya penyediaan rumah dinas, yang diikuti dengan keluarnya biaya rutin untuk perawatan dan pembelanjaan rumah tangga, membuat pihak eksekutif dan legislatif menyepakati penggantian dalam bentuk tunjangan perumahan.
“Konsekuensi ketika pimpinan dan anggota dewan itu memiliki rumah dinas, maka pembiayaan di rumah dinas itu menjadi tanggung jawab negara,” ungkap Hadi.
“Kalau dihitung-hitung, itu jauh lebih tinggi biayanya daripada dirupakan (diberikan) dalam bentuk tunjangan (rumah dinas) perumahan,” lanjut politisi PKB tersebut.
Menurut Hadi, pemberian tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Kemudian, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2017 tentang Pengelompokan Keuangan Daerah, serta SE Mendagri Nomor 188.31/7807/SJ tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Dana Operasional.
“Antara ketua, pimpinan dan anggota itu berbeda. Itu berdasarkan luasan tanah yang menjadi hak dari masing-masing jabatan itu,” ungkap Hadi.
Sesuai ketentuan, besaran tunjangan rumah jabatan untuk ketua DPRD disetarakan dengan luas bangunan maksimal 300 meter persegi, serta luas tanah maksimal 750 meter persegi.
Kemudian, tunjangan rumah jabatan untuk wakil ketua DPRD disetarakan dengan luas bangunan maksimal 250 meter persegi dan luas tanah 500 meter persegi.
Sedangkan untuk anggota DPRD, disetarakan dengan ukuran maksimal luas bangunan 150 meter persegi, serta luas tanah 350 meter persegi.
“Yang menjadi dasar sampai keluar angka segitu kan berdasarkan appraisal,” kata Hadi Atmaji.
Sebelumnya diberitakan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, memperoleh tunjangan yang lumayan fantastis.
Selain gaji pokok, para anggota DPRD Jombang mendapatkan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi. Tunjangan diterima setiap bulan, sejak mereka dilantik menjadi anggota legislatif.
Besaran tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi bagi anggota DPRD Jombang, menuai kritik dari Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ).
Menurut Joko Fatah Rochim, Ketua FRMJ, tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi terlalu fantastis dan tidak realistis.
Dijelaskan, adanya tunjangan tersebut disebut tidak realistis sebab anggota DPRD Jombang merupakan warga Kabupaten Jombang dan tidak tinggal di luar daerah.
“Tunjangan perumahan yang seperti apa. Terus, anggota DPRD Jombang itu kan rumahnya di Jombang semua, kenapa masih memerlukan tunjangan perumahan,” ujar Fatah, Selasa (2/9/2025).
Ia meminta agar regulasi yang mengatur pembenaran pemberian tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi bagi anggota DPRD Jombang tersebut dicabut.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/10/173350978/tunjangan-fantastis-disorot-ketua-dprd-jombang-tunggu-penyesuaian-dari