Hanya berbekal undangan, 7 PMI itu malah bekerja selama 1,5 tahun dengan diganti uang makan tetapi tidak digaji di Guinea Ekuatorial, Afrika Tengah sejak tahun 2024.
Melalui proses panjang dan negosisasi alot, akhirnya 7 pekerja itu berhasil dipulangkan dan diterima Wakil Bupati Madiun, dr Purnomo Hadi di Graha Praja Mukti Pemkab Madiun, Rabu (3/9/2025) pukul 13.00 WIB.
Mereka terdiri dari 6 PMI asal Kabupaten Madiun dan 1 PMI asal Kabupaten Magetan, yang mengadu nasib di Guinea Ekuatorial, sebuah negara yang sangat jauh dari Indonesia.
Salah Satu PMI asal Desa Sugihwaras, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Agung Subianto mengaku bersyukur bisa pulang ke Tanah Air setelah terkatung-katung di luar negeri.
Agung menuturkan pengalamannya bekerja di Afrika.
“Ada kawan di sana, hanya lewat telepon nanti tanya kalau ada lowongan kerja masuk ke sana. Ketika sudah sampai ternyata kontrak kerja tidak dibikin, izin tinggal pun tidak ada,” ujar Agung.
Tergiur dengan gaji tinggi, Agung bersama kawan-kawannya berangkat, Jumat (9/8/2024).
Setibanya di sana, mereka bekerja di perusahaan kayu serta disediakan penginapan di sebuah kampung.
“Kami bekerja di hutan, terus berpindah membawa alat berat untuk menarik kayu. Kami merasa janggal pada bulan November saat menanyakan gaji,” katanya.
Pengurus pekerja di sana mengaku tidak tahu perihal gaji, sehingga Agung dkk sempat berhenti bekerja tetapi malah kesulitan mencari makan.
"Kalau di sana harus bekerja lalu diberi uang makan, tetapi tidak ada gaji,” tutur Agung.
Ia pun mencoba melapor ke KBRI Abuja Nigeria. Akan tetapi, pihak KBRI menyarankan ke KBRI Yaounde Kamerun.
“Setelah melalui proses yang panjang dari April 2025, akhirnya kami bisa kembali ke Tanah Air,” ujar Agung.
Sekretaris Kedua KBRI Yaounde Kamerun, Anindita Aji Pratama menyampaikan, para pekerja itu melaporkan permasalahan pekerjaan kepada KBRI sekitar Oktober 2024.
“Saat itu mereka kesulitan karena pihak yang seharusnya mempekerjakan mereka, tidak lagi membayar gaji sesuai kesepakatan,” kata Anindita.
Ia mengatakan, legalitas 7 PMI itu juga tidak diurus oleh pemberi pekerja, sehingga mereka dinyatakan overstay, atau tinggal di sana tanpa dokumen resmi.
“Kalau misalnya harus keluar, mereka melewati pemeriksaan dan ada resiko untuk ditahan, dan memicu masalah imigrasi juga,” ujarnya.
Tidak mau mengalami kejadian yang tidak diinginkan, KBRI Yaounde Kamerun melakukan berbagai upaya, termasuk mendiskusikan langkah-langkah yang akan dilakukan ketika para 7 PMI dalam kesulitan.
“Selama proses terus berjalan dan tidak ada perkembangan dari pemberi kerja, akhirnya KBRI berkoordinasi dengan stakeholder dalam negeri,” katanya.
Pihaknya berkoordinasi dengan Pemkab Madiun, Pemkab Magetan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Kementerian P2MI.
Hingga akhirnya, mereka berhasil dipulangkan pada 16 Agustus 2025 melalui Bandara Kamerun, dan sampai di Tanah Air pada 1 September 2025.
“Sempat ada kendala, Guinea Ekuatorial melakukan negosiasi alot. Saya yang memimpin langsung di lapangan itu tidak diperbolehkan masuk ke perbatasan,” kata dia.
Karena ada masalah administratif di sisi Guinea Ekuatorial, terjadi pembicaraan tingkat tinggi antara Dubes RI dengan Pemerintah Guinea Ekuatorial. Kendati sempat alot, negosiasi akhirnya tetap berjalan.
“Mereka masuk ke Guinea Ekuatorial secara mandiri, hanya berbekal undangan atau permintaan bekerja dari pihak sana. Jadi tidak ada perlindungan dan non-prosedural,” tuturnya.
Agar peristiwa serupa tidak terulang, pihaknya mengimbau masyarakat yang hendak bekerja keluar negeri, terutama daerah Afrika Tengah, agar menggunakan jalur prosedural lewat BP2MI.
“Ketika melapor melalui BP2MI nanti dapat menghubungi kami di kedutaan dan kami mengecek, apakah perusahaan itu bonafit dan dapat dipercaya atau tidak. Sehingga kami di Kedutaan Perwakilan Republik Indonesia, dapat melakukan perlindungan," katanya.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul "1,5 Tahun Bekerja di Afrika Tanpa Digaji, 7 PMI Madiun dan Magetan Dipulangkan Lewat Negosiasi Alot."
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/04/125621578/negosiasi-alot-warnai-pemulangan-7-pekerja-migran-yang-15-tahun-tak-digaji