Salin Artikel

Cerita Tujuh PMI asal Madiun-Magetan yang Kerja di Guinea Ekuatorial, Hanya Dapat Uang Makan Rp 2 Juta

Proses pemulangan mereka terpaksa menunggu selama satu tahun.

Agus Subiyanto, salah satu korban yang berasal dari Desa Sugihwaras, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, mengungkapkan bahwa ia telah melaporkan kejadian yang dialaminya kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Abuja, Nigeria, sejak 14 Agustus 2024.

Setelah menunggu lebih dari setahun, Agus dan enam rekannya dapat kembali ke Indonesia.

“Pada 14 Agustus 2024 saya resmi melapor. Namun laporan itu baru ditindaklanjuti pada April 2025." 

"Dari tindak lanjut tersebut, kami berhasil dipulangkan ke Indonesia pada hari ini (3 September 2025),” ujar Agus saat ditemui di acara penyambutan pemulangan pekerja migran di Kantor Bupati Madiun.

Agus menjelaskan bahwa dirinya dan teman-temannya tertarik dengan tawaran lowongan kerja di bidang penebangan kayu dan alat berat di Guinea Ekuatorial, yang menjanjikan gaji pokok sebesar 1.500 dollar AS ditambah tunjangan makan 100.000 Franc CFA per bulan.

Mereka berangkat pada 9 Agustus 2024, namun setibanya di lokasi kerja, Agus menemukan kondisi yang sangat berbeda.

“Setelah tiba, kami mendapatkan tempat tinggal yang sederhana dan dipekerjakan di hutan dengan menggunakan alat berat. Namun, lama-kelamaan kami dipekerjakan berpindah-pindah dengan hak pekerja yang tidak jelas." 

"Dari situlah kami mulai curiga bahwa kami menjadi korban perdagangan orang,” ungkap Agus.

Sejak November 2024, Agus dan rekan-rekannya tidak pernah menerima gaji yang dijanjikan.

Mereka hanya mendapatkan uang makan sekitar Rp 2.000.000 setiap bulan.

"Kami tetap bekerja karena butuh biaya hidup, meski hanya diberi uang makan," tambahnya.

Tidak tahan dengan sistem kerja yang tidak adil, Agus dan rekan-rekannya sempat mogok kerja, tetapi pihak perusahaan tidak menggubris.

"Akhirnya kami kembali bekerja. Kalau kami tidak kerja, kami tidak bisa makan," ujar Agus.

Agus dan rekannya berharap pemerintah lebih tegas dalam mengawasi praktik perekrutan PMI ilegal agar tidak ada lagi warga Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang di luar negeri.

Wakil Bupati Madiun, Purnomo Hadi, menyatakan bahwa pemulangan tujuh PMI tersebut dilakukan melalui bantuan KBRI di Yaounde, Kamerun.

"Pemulangan ketujuh pekerja migran berhasil dilakukan berkat KBRI Yaounde yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Madiun dan Magetan serta Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI)," kata Purnomo.

Purnomo juga meminta agar warga yang ingin bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran melakukannya melalui jalur resmi, sehingga tidak mengalami permasalahan seperti yang dialami oleh tujuh pekerja migran tersebut.

Sementara itu, Tim KBRI Yaounde yang dipimpin Sekretaris Kedua Anindita Aji Pratama mengungkapkan bahwa para PMI terjebak masalah karena perusahaan tidak mengurus dokumen legalitas dan tidak membayar gaji sesuai kesepakatan.

"Proses evakuasi para PMI dari pedalaman Guinea Ekuatorial ke Kamerun membutuhkan waktu yang lama karena berjalan rumit. Terlebih, agen perekrut sulit dihubungi dan tidak bertanggung jawab," kata Anindita.

Dia menambahkan bahwa tim KBRI Yaounde sempat dilarang melintasi perbatasan Guinea Ekuatorial, namun setelah melakukan negosiasi diplomatik selama dua hari, tim berhasil masuk dan menjemput para korban.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/03/211309178/cerita-tujuh-pmi-asal-madiun-magetan-yang-kerja-di-guinea-ekuatorial-hanya

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com