MALANG, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Brawijaya (UB), Prija Djatmika mengingatkan aparat kepolisian untuk tidak melakukan tindakan balas dendam yang mengarah pada kekerasan terhadap peserta aksi yang ditangkap pasca-demonstrasi.
Ia menegaskan bahwa segala bentuk informasi maupun alat bukti yang diperoleh melalui cara-cara ilegal tidak memiliki kekuatan hukum di pengadilan.
Hal ini disampaikan di tengah sorotan publik terhadap penanganan unjuk rasa di berbagai daerah dan kondisi kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri yang dinilainya sedang menurun.
"Yang harus dikerjakan polisi sekarang adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan kerja yang lebih akuntabel, transparan, dan benar-benar berpedoman pada hukum, bukan karena arogansi kekuasaan," kata Prija pada Senin (1/9/2025).
Menurutnya, jika memang terdapat peserta unjuk rasa yang terbukti melakukan tindakan kriminal, proses hukum harus ditegakkan. Namun, ia mewanti-wanti agar penegakan hukum tersebut tidak didasari oleh motif balas dendam.
"Kalau sekadar untuk balas dendam, itu malah menunjukkan arogansi kekuasaan. Sikap ini justru akan membuat masyarakat semakin marah dan kepercayaan pada polisi makin runtuh," ujarnya.
Prija juga menyoroti proses penyelidikan terhadap para demonstran yang diamankan. Menurutnya, penggunaan kekerasan untuk mendapatkan keterangan atau alat bukti tidak sah secara hukum.
"Jangan ada penyiksaan, jangan ada kekerasan dalam mencari informasi. Karena alat bukti yang diperoleh dengan kekerasan itu juga tidak bisa digunakan dalam persidangan," jelasnya.
Ia merujuk pada prinsip hukum exclusionary rule, yang menyatakan bahwa bukti yang didapat secara ilegal tidak dapat dijadikan dasar dalam proses peradilan.
"Alat-alat bukti yang diperoleh dengan menggunakan kekerasan itu tidak sah secara hukum. Praktik semacam itu melukai rasa keadilan dan mencederai penegakan hukum yang bertanggung jawab atau due process of law," kata Prija.
Di sisi lain, Prija juga mengimbau para pengunjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi secara damai dan elegan, serta waspada terhadap provokator yang berpotensi memicu kerusuhan.
Ia mengingatkan bahwa kondisi keamanan yang kacau dapat menjadi alasan bagi pihak lain untuk mengambil alih kendali, yang pada akhirnya dapat mengancam supremasi sipil.
Prija menyerukan agar semua pihak, baik aparat maupun masyarakat, bersama-sama menjaga supremasi sipil.
"Jika polisi semakin represif, kekecewaan dan ketidakpercayaan rakyat akan terakumulasi. Ketika stabilitas terganggu, bisa ada alasan bagi militer untuk mendominasi kekuatan sipil lagi. Oleh sebab itu, jangan sekali-sekali ada kekuatan yang sifatnya represif," pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/09/01/152539478/peringatan-pakar-hukum-ub-kepada-polisi-jangan-ada-kekerasan-kembalikan