Salin Artikel

"Takut Nasib seperti Affan", Driver Ojol Surabaya Pilih Cari Aman di Tengah Aksi Ricuh

SURABAYA, KOMPAS.com - Kabar duka meninggalnya Affan Kurniawan, driver ojek online (ojol) berusia 21 tahun yang tewas setelah tertabrak dan dilindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di Jakarta, masih menyisakan trauma bagi rekan-rekannya di berbagai kota, termasuk Surabaya, Jawa Timur.

Ahmat Julianto, seorang driver ojol, mengaku bahwa pada Jumat (29/8/2025), hampir seharian tidak berani menarik penumpang. Rasa takut menyelimuti pikirannya karena situasi jalanan yang penuh ketidakpastian.

"Tadi seharian ga narik takut kena sweeping. Baru keluar jam 9 malam," katanya kepada Kompas.com.

Ahmat memilih untuk tidak ikut aksi solidaritas bersama rekan-rekannya. Bukan karena tidak peduli, melainkan karena pesan dari keluarganya agar tetap berhati-hati dan menghindari risiko saat terjadi aksi massa besar-besaran.

"Tidak berani keluar ikut unjuk rasa bersama teman-teman ojol, mendoakan dari rumah saja. Saya cari aman, tidak mau buat kepikiran orang rumah karena sudah diingatkan sama orang rumah karena takut seperti yang terjadi di Jakarta kemarin," ujar Ahmat.

Ia tahu betul getirnya menjadi pengemudi ojol, di mana risiko selalu mengintai meski hanya sekadar mencari nafkah.

"Yang di Jakarta itu kan tidak ikut demo, dia lagi kerja tapi jadi korban. Kerja di jalan taruhannya nyawa, kita tidak tahu hari apes kapan. Saya sudah lama ngojol sejauh ini kalau ada aksi-aksi memang tidak pernah ikut," imbuhnya.

Meski awalnya para pengemudi ojol di Surabaya berencana menggelar aksi solidaritas pada 3 September 2025 mendatang, kejadian di Jakarta membuat mereka spontan turun ke jalan lebih cepat. Namun, bagi Ahmat, pilihan tetap berbeda.

"Karena kemarin ini ada kejadian jadi tadi pagi mau tidak mau melakukan aksi solidaritas untuk almarhum. Jadi saya narik sesuai situasi saja," kata pria asli Surabaya itu.

Kondisi Surabaya hingga malam hari masih mencekam. Jalan-jalan utama ditutup, massa aksi memadati titik-titik vital kota, dan ricuh sempat pecah di beberapa lokasi. Situasi ini membuat banyak penumpang beralih ke moda transportasi lain.

"Ini tadi di Stasiun Wonokromo juga banyak yang menggunakan becak motor atau taksi karena ojol sendiri agak takut untuk narik. Waswas saya mantau terus di grup meskipun sempat narik juga tadi," sambungnya.

Bukan hanya soal keamanan, Ahmat juga mengeluhkan dampak ekonomi akibat situasi tersebut.

"Banyak pengalihan arus jadi tambah jauh muter-muter yang harusnya 5 km jadi 7 km sedangkan harga tetap kan juga merugikan. Kadang kan penumpang juga ga ngerti malah marah-marah. Jadi serba salah, saya lebih baik tidak narik meskipun penghasilan berkurang," tuturnya.

Kekhawatiran semakin bertambah setelah mendengar cerita dari rekannya yang mengalami intimidasi saat membawa penumpang.

"Tadi pagi teman juga kena sweeping bawa customer disuruh turun padahal pakai baju bebas. Customer turun di tengah jalan terus teman disuruh demo. Kasian juga kan customer. Kalau tidak ada kejadian tidak apa-apa, kalau ada kasian," kata Ahmat.

"Karena ada juga triknya order ojol, setelah datang kita disuruh demo," ucapnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/30/063615678/takut-nasib-seperti-affan-driver-ojol-surabaya-pilih-cari-aman-di-tengah

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com