Sejumlah genting yang berada di bagian tepi atap rumah tersebut berjatuhan tepat saat mobil yang mengangkut seperangkat sound system peserta karnaval melintas di depan rumah.
Peristiwa itu terekam kamera warga hingga kemudian viral di sejumlah platform media sosial.
Sekretaris Desa Gedangsewu, Nirwan, membenarkan peristiwa itu terjadi di wilayahnya. Yakni bertepatan dengan pelaksanaan karnaval memperingati HUT ke 80 Republik Indonesia pada Sabtu (23/8/2025).
“Saat karnaval berlangsung memang ada salah satu rumah yang gantengnya berjatuhan,” ujar Nirwan pada Kompas.com, Kamis (28/8/2025).
Namun, Nirwan menambahkan, pihak pemilik rumah selaku korban tidak membuat laporan keberatan atas kerusakan itu.
Meski demikian, pihaknya tetap memfasilitasi pertemuan antara korban dan panitia karnaval untuk penyelesaian masalah tersebut.
Salah satu hasilnya adalah penggantian kerusakan yang ada.
“Panitianya bertanggungjawab, kemarin itu genting yang rusak langsung diganti oleh panitia. Ada surat pernyataan kedua belah pihak juga. Jadi sekarang semuanya sudah clear, sudah selesai,” ujar Nirwan, Kamis (28/8/2025).
Selain kerusakan genteng tersebut, menurut Nirwan juga terdapat sejumlah kerusakan lainnya namun dalam batasan minor atau kerusakan ringan.
Termasuk pecahnya gelas akibat suara sound.
Ada pun disinggung perihal ketentuan pelaksanaan sound horeg termasuk batasan maksimum suara, menurutnya panitia telah melaksanakan semua aturan tersebut.
“Sebelum pelaksanaan, pihak RT juga sudah menyampaikan ke warganya masing-masing. Termasuk jika ada kerusakan untuk melapor untuk ganti ruginya,” pungkasnya.
Koordinator Satuan Tugas Pengawasan Sound Horeg Kabupaten Kediri, Kaleb Untung Satrio, mengatakan, permasalahan itu telah diselesaikan sesuai tanggungjawab panitia karnaval.
Sedangkan perihal tugas pengawasan pelaksanaan kegiatan yang menggunakan sound horeg, pihaknya mengaku telah menerjunkan tim pengawas dalam helatan karnaval tersebut.
Di lokasi, timnya telah melakukan pemeriksaan perlengkapan untuk disesuaikan dengan ketentuan yang ada di surat edaran bupati maupun surat edaran gubernur.
“Saat dicek di titik start itu semua sudah sesuai peraturan termasuk batasan suara maksimum yakni 70-80 desibel,” ujar Kaleb yang juga menjabat sebagai Pelaksana tugas Satuan Polisi Pamong Praja ini.
Hanya saja, suara sound itu dimungkinkan bisa menjadi lebih kencang hingga menyebabkan rontoknya genting saat peserta dalam perjalanan.
Sebab, saat di jalan itu pihaknya tidak bisa melakukan pengawasan karena terbatasnya alat dan tenaga.
“Kita kan tidak mungkin mengikuti satu per satu kendaraan sound satu persatu. Alatnya (pengecekan) juga terbatas,” lanjutnya.
Sehingga pihaknya menjadikan peristiwa itu sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pawai ke depannya.
Terutama pada teknis pengaturan volume agar tidak bisa diubah seusai pengecekan.
“Switch kontrol volume itu kan masih bisa dinaik turunkan, nah itu jadi bahan evaluasi kami kedepannya,” pungkas Kaleb.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/28/173513878/genteng-warga-di-kediri-rontok-akibat-sound-horeg-satgas-evaluasi-gelaran