Kejadian ini bermula pada 30 Mei 2025 pukul 20.00 WIB, Hanania mengalami demam tinggi dibawa ke klinik untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan.
Namun, pihak klinik menolak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS) milik pasien dikarenakan tidak aktif.
Sehingga, keluarga melakukan pembayaran mandiri.
“Padahal kami sangat bergantung dengan KIS karena kondisi kami pas-pasan,” kata ayah Hanania, Hasan Bisri, Selasa (26/8/2025).
Hanania pun akhirnya mendapat perawatan di klinik tersebut selama lima hari.
Namun, salah satu tangannya yang diinfus mengalami pembengkakan.
Oleh pihak rumah sakit pun infus dipindah ke tangan kanan.
Akan tetapi, kondisinya pun sama, juga mengalami bengkak.
Puncaknya, pada perawatan hari kelima, Hanania mengalami kejang sehingga harus dirujuk ke rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
Tetapi, belum bisa karena pihak keluarga harus lebih dulu memenuhi biaya tanggungan mandiri sebesar Rp 3.020.000.
Karena tidak punya uang, Kartu Keluarga (KK) akhirnya menjadi jaminan.
“Kami terpaksa menyerahkan KK asli sebagai jaminan, barulah rujukan diberikan,” ucap ibu Hanania, Aini.
Setelah dirujuk ke RSUD Sidoarjo, kondisi Hanania yang kritis tidak dapat diselamatkan hingga akhirnya meninggal dunia.
Pihak rumah sakit menyatakan bahwa BPJS KIS-nya masih aktif.
Kenyataan tersebut membuat keluarga merasa terpukul.
Sehingga ingin meminta keadilan.
Keluarga didampingi kuasa hukum pun telah menemui Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana.
Dimas Aulia, salah satu tim kuasa hukum korban mengatakan pihaknya belum melakukan pelaporan kepada pihak berwajib.
“Untuk laporan tergantung pihak keluarga, kami ingin memastikan dulu arahnya ke Perdata atau Pidana. Tapi sebagai wujud hukum, kami tetap mendampingi keluarga,” kata Dimas, Rabu (27/8/2025).
https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/27/114929078/balita-di-sidoarjo-meninggal-usai-dirawat-di-klinik-sempat-mengalami-demam