Kebahagiaan Nejo tak lagi bisa diungkapkan dengan kata-kata melihat anak sulungnya akhirnya bersekolah lagi, setelah 2 tahun berhenti karena tak ada biaya.
"Enggak sekolah 2 tahun (Saiful), saya enggak punya uang," ujarnya.
Sehari-hari, warga Desa Sumbersalak Kecamatan Ledokombo itu bekerja sebagai buruh tani serabutan, yang tak cukup membiayai pendidikan jika kedua anaknya sekolah.
Pendapatan harian Nejo bergantung pada orang yang meminta jasanya untuk mencangkul, panen kopi, atau pekerjaan tani lainnya yang saat itu dibutuhkan.
"Sehari-harinya dapat Rp 50.000, kalau tidak dikirim (dapat makan) ya Rp 60.000," katanya.
Putri bungsunya tengah duduk di kelas 5 SD, dan anak pertamanya terpaksa harus mengalah tidak melanjutkan SMP.
Saiful berusia 15 tahun dan baru masuk kelas 1 SMP, seharusnya ia sudah duduk di kelas akhir.
Nejo menceritakan, saat itu salah seorang pendamping PKH menawarinya agar anaknya, Saiful, didaftarkan ke SR.
Tanpa pikir panjang, ia mengiyakan dan anaknya pun setuju.
Bagi Nejo, ini adalah rezeki yang tak disangka.
Ia tak pernah membayangkan bahwa akhirnya Saiful bisa bersekolah lagi seperti teman-teman sebayanya.
"Ya seneng sekali, Alhamdulillah bantuan dari Pak Prabowo dan Gus Fawait," ujarnya.
Hari di mana ia melepas sang putra ke SR akan menjadi kebahagiaan yang tak akan ia lupakan.
Bersama dengan tumpangan mobil pendamping PKH Ledokombo, ia datang seorang diri sedangkan istrinya di rumah bersama putrinya.
Ini adalah hari yang ditunggu. Sepanjang pembukaan SR oleh Bupati Jember Muhammad Fawait, senyumnya nyaris tak pernah lepas.
Nejo menyimpan banyak harapan pada SR agar kelak putranya memiliki masa depan yang lebih baik darinya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/15/212043978/kebahagiaan-nejo-melepas-saiful-di-sekolah-rakyat-jember-setelah-2-tahun