Salin Artikel

Ditelantarkan Orangtua, 5 Anak di Gresik Hidup Memprihatinkan, Jual Barang untuk Sehari-hari

Kelima anak itu ditelantarkan orangtuanyan

Mereka adalah Essel (21), Andre (19), Dexta (13), Kimora (11), dan Ceis.

Anak dari pasangan Aldi kelahiran 1973, dan Santi kelahiran 1980 ini tidak dirawat.

Setelah ayahnya meninggal dunia, ibu mereka pergi entah ke mana.

"Ayah meninggal dunia (bulan) Maret kemarin, kecelakaan kapal yang terjadi di (perairan) Paciran, Lamongan. Kalau ibu, sudah akhir atau awal bulan ini meninggalkan kami, tidak lagi pulang," kata Essel, saat ditemui di rumah kontrakannya, Jumat (15/8/2025).

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka sampai menjual barang-barang yang ada di rumah, mulai dari pendingin ruangan, televisi, lemari es, hingga galon air minum.

Semua dijual secara bergantian, guna bisa membeli yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka hidup sehari-hari.

"Itu sudah kami lakukan (menjual barang-barang) sejak ayah masih ada, bahkan uang kiriman dari ayah juga kadang digunakan oleh ibu untuk keperluan dirinya sendiri," ucap Essel.

Ia menuturkan, perangai ibu mereka berubah dan semakin parah sejak ayahnya meninggal dunia.

Karena uang santunan kematian ayahnya turut habis dipergunakan oleh ibunya untuk hal yang tidak perlu, sehingga mereka masih harus mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan menjual barang yang tersisa di rumah.

"Kemarin saat ayah meninggal itu memang dapat uang santunan, tapi juga sudah habis, sebab kadang ibu mau beli rokok minta uang itu. Padahal, kami juga ada adik yang masih kecil, yang perlu untuk beli pempers (popok) dan susu," kata Essel, dengan nada haru.

Bahkan, ibu mereka tidak lagi pulang ke rumah sejak 15 hari terakhir.

Essel dan adiknya secara bergantian mengurus adik bungsunya, Cies.

"Saya sendiri sudah biasa ganti pampers dan buatin susu buat Cies, begitu pula adik-adik yang lain. Karena ibu sebelumnya juga kadang nggak pulang, jadi kami gantian saling merawat," tutur Essel.

Putus sekolah

Essel menceritakan, baik dia maupun adik-adiknya tidak ada yang merasakan bangku sekolah menengah atas (SMA)/se-derajat.

Ini dikarenakan keterbatasan dan 'ketidakpedulian' orangtua mereka.

Dia dan Andre hanya mengenyam pendidikan sebatas sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)/se-derajat.

"Tidak ada yang sampai SMA. Saya hanya lulus sampai kejar paket setara SMP (SLTP), sementara adik saya Andre ini sampai SMP," kata Essel.

Andre menceritakan, meski sempat mengenyam pendidikan di salah satu SLTP swasta di Gresik,  cerita tidak mengenakkan sempat dialami olehnya.

Ia tidak diperbolehkan mengikuti wisuda dan ijazahnya hingga masih ditahan oleh pihak sekolah lantaran beberapa tunggakan yang belum dibayar.

"Banyak yang belum dibayar, masih banyak yang menunggak, jadi saya nggak boleh ikut wisuda. Ijazah saya sampai sekarang juga masih ditahan oleh pihak sekolah, karena masih banyak tunggakan yang harus dibayar," tutur Andre.

Bahkan, dua adiknya, Dexta dan Kimora, lebih miris lagi. Mereka yang tidak sampai merasakan lulus sekolah dasar (SD) dan harus putus sekolah.

Adapun adiknya yang bungsunya masih berstatus belum sekolah karena balita.

Tunggakan kontrakan

Essel mengatakan, keluarganya tercatat sebagai warga Desa Yosowilangun di Kecamatan Manyar, Gresik, meski kedua orangtua mereka adalah pendatang. Ayah mereka dari Surabaya, sedangkan ibunya warga Manado.

Mereka tercatat dalam catatan sipil sebagai warga Desa Yosowilango, dikarenakan mereka sempat memiliki rumah hunian di desa tersebut tetapi sudah dijual.

Sejak saat itu, mereka harus terus berpindah-pindah rumah kontrakan.

"Itu (rumah di Desa Yosowilangon, red), sudah lama, saat saya masih kecil. Sudah dijual, jadi kami pindah-pindah kontrakan. Pernah kontrak rumah di Perumahan ABR dua tahun, terus sekarang di sini sudah hampir dua tahun," kata Essel.

Rumah kontrakan yang mereka tempati saat ini pun masih menunggak.

"Ini masih nunggak, beberapa waktu lalu yang punya datang menagih kekurangan uangnya. Tapi mau bagaimana, kami tidak punya uang," ucap Essel.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/15/173412978/ditelantarkan-orangtua-5-anak-di-gresik-hidup-memprihatinkan-jual-barang

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com