Gedung peninggalan Belanda ini mempunyai dua ruang perpustakaan, perpustakaan Harry Potter dan perpustakaan bawah tanah.
Saat memasuki perpustakaan Harry Potter, pengunjung bisa merasakan suasana perpustakaan seperti di film Harry Potter yang berdiri sejak 1887.
Tumpukan buku di rak yang menjulang tinggi pun terlihat jelas.
Menempati salah satu ruang di bagian belakang, menambah kesan jika buku-buku sudah berumur lebih dari satu abad.
"Benar, buku-buku merupakan tinggalan jaman Belanda. Hampir semua buku di ruangan ini masih berbahasa Belanda, Inggris dan Jerman. Sedangkan untuk yang memakai bahasa Indonesia masih ejaan lama," kata Khurin Iin, Kamis (14/8/2025).
Untuk menjangkau buku bagian atas, diperlukan tangga setinggi 5 meter.
Karena rak buku yang tertata rapi dan dikaitkan pada atap agar tidak mudah roboh.
Untuk kondisi ribuan buku yang disimpan di perpustakaan ini sebagian mulai lapuk karena usia dan kutu.
Untuk merawat buku-buku tersebut, secara berkala harus diberi disemprot obat anti serangga dan ditabur bubuk kamper.
"Hal itu dilakukan untuk menghambat kerusakan pada kertas. Karena sebagian buku disini cetakan lebih dari 100 tahun. Ada yang Tahun 1888," jelasnya.
Untuk lokasi perpustakaan kedua, yakni perpustakaan bawah tanah. Lokasinya terletak di area halaman depan sisi utara gedung P3GI dengan dua lantai.
Lantai dasar atau lantai 1 berada di bawah tanah. Jendela atas full kaca melingkar yang berfungsi untuk penerangan.
"Kalau disini para pengunjung bisa memilih buku kemudian bisa membaca disini," tambahnya.
Awalnya, perpustakaan bawah tanah merupakan tempat diskusi para peneliti sekaligus untuk mempresentasikannya.
Seiring dengan perkembangan waktu, pada Tahun 1978 bangunan yang mirip bintang itu diresmikan sebagai perpustakaan.
Lengkap dengan meja dan kursi bagi pembacanya.
"Sedangkan total koleksi buku di dua perpustakaan sebanyak 10 ribu buku," katanya.
Di perpustakan milik P3GI ini berbeda dengan perpustakaan lainnya.
Karena hampir semuanya bertema perkembangan perkebunan, khusus tentang penelitian tebu dan hasil produksinya.
Para pembaca hanya bisa menikmati bacaan di lokasi perpustakaan untuk keamanan buku.
"Rata-rata buku disini kan usianya sudah puluhan tahun, untuk keamanan buku pembaca diperbolehkan untuk membaca di sini," terangnya.
Guna mengupdate koleksi buku, pihak P3GI juga membuat jurnal dan buku secara berkala.
Tiap tahun para peneliti di P3GI membuat dua jurnal atau menerbitkan buku tentang perkebunan atau gula.
"Kalau di perpustakaan bawah tanah ini, kondisi bukunya sudah layak. Ruangan sudah terang dan ber-AC. Sedangkan jenis bukunya sudah berbahasa Indonesia, tapi sebagian masih berbahasa Inggris dan Belanda," imbuhnya.
Untuk mengurangi suasana kusam, kini P3GI juga terus memperbaiki di bagian sisi luarnya. Bercat putih dan penerangan yang cukup.
Selain itu, juga memangkas sejumlah pohon agar tidak menjulang tinggi.
Kemudian untuk menambah ramainya kunjungan pihak menejemen juga menargetkan dalam setahun minimal terdapat 5 ribu orang. Baik perorangan maupun rombongan.
Mulai dari jenjang TK hingga ke perguruan tinggi.
"Kalau rombongan anak-anak TK yang berkunjung, selain melihat alat-alat kuno tebu juga agendanya masuk ke perpustakaan. Kalau mahasiswa biasanya digunakan untuk referensi melengkapi tugas," katanya.
Selanjutnya, untuk mendokumentasikan buku-buku yang dinilai sangat penting, pengelola P3GI juga bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional menyalin ke digital.
Sehingga naskah tidak hanya berbahasa Inggris atau Indonesia juga bahaha laur lainnya dalam bentuk e-book.
Sementara itu, Doni, salah satu pengunjung perpustakaan di P3GI mengaku sangat senang bila melihat buku-buku lama yang masih terselamatkan dan tersimpan rapi.
Karena belum banyak orang mengetahui tentang perkembangan tebu dari jaman Belanda hingga sekarang.
"Saya pernah masuk juga perpustakaan di bawah tanah itu. Bukunya tebal dan berbahasa Inggris," ujarnya.
Selain perpustakaan, pengunjung P3GI dapat menikmati dengan sejumlah peninggalan peralatan penelitian perkebunan jaman Belanda.
Mesin giling kuno, gedung tua, kereta tebu hingga hasil olahan tebu.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/14/144839578/menengok-perpustakaan-milik-pusat-penelitian-gula-peninggalan-belanda-ada