Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim bersama TNI/Polri menerbitkan SE 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025 tanggal 6 Agustus 2025 tentang penggunaan sound system.
SE tersebut diterbitkan setelah adanya pro dan kontra penyelenggaraan sound horeg di Jawa Timur.
Meski begitu, imbauan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penyelenggaraan karnaval sound horeg.
“Bulan ini sekitar 20-30 event, Sabtu-Minggu full. Karena acara kita biasanya kan hari-hari libur,” kata pengusaha sound horeg asal Blitar, Muzahidin Brewog saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
Dalam sehari, Brewog bisa memenuhi permintaan 2 hingga 3 event karnaval sound horeg di berbagai wilayah.
“Kebanyakan daerah Malang, Pasuruan, Jember, Lumajang sementara,” katanya.
Brewog mengatakan, dalam satu event karnaval sound horeg, biasanya penyelenggara bisa menghabiskan dana sebesar Rp 15-30 juta.
“Beda-beda, biasanya satu RT nyewa satu sound. Kalau desa itu ada 20 RT, ya nyewa 20 sound. Harganya relatif, ada yang Rp 15 (juta), 20 (juta), 25 (juta), 30 (juta),” ucapnya.
“Yang pasti bulan ini (ramai). Ya bulan Juli, Agustus, September (banyak acara). Kalau Januari, Februari nggak ada karena kan acara tahunan,” kata dia.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim bersama TNI/Polri menerbitkan SE 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025 tanggal 6 Agustus 2025 tentang penggunaan sound system.
SE Bersama yang mengatur sound horeg mengultimatum beberapa poin.
Poin itu di antaranya tingkat kebisingan maksimal untuk statis (120 dBA) dan nonstatis (85 dBA).
Kemudian, wajib memiliki izin dari kepolisian hingga tidak diperbolehkan adanya tindakan pelanggaran hukum seperti penggunaan narkoba, tindakan anarkis, pornografi, dan pornoaksi.
Apabila ditemukan pelanggaran, Polda Jatim bakal menindak tegas dengan melakukan penghentian paksa acara sound horeg tersebut.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/13/182103078/pemprov-jatim-terbitkan-se-atur-sound-horeg-pengusaha-tetap-banjir-order