Salin Artikel

PBB-P2 Naik 800 Persen, Warga Minta Pemkab Jombang Lakukan Pengecekan Ulang

Kenaikan ini dianggap "gila-gilaan" oleh masyarakat setempat.

Salah satu warga yang merasakan dampak tersebut adalah Heri Dwi Cahyono (61), pemilik lahan dan bangunan di Desa Sengon, Kecamatan Jombang.

Heri menjelaskan bahwa keluarganya memiliki dua objek pajak, yaitu tanah dan bangunan yang terdaftar atas nama ayahnya, Munaji Prajitno.

Objek pertama adalah tanah seluas 1.042 meter persegi dengan bangunan rumah seluas 174 meter persegi, sedangkan objek kedua berupa tanah seluas 753 meter persegi.

Kedua objek tersebut berdampingan tetapi berada di wilayah administratif yang berbeda.

“Untuk kepemilikannya masih atas nama ayah saya. Itu dua bidang yang bersebelahan,” kata Heri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/8/2025).

Heri mengungkapkan, pada tahun 2023, tagihan PBB-P2 untuk objek pertama mencapai Rp 292.631, sedangkan objek kedua sebesar Rp 96.979.

Namun, pada tahun 2024, tarif PBB-P2 untuk objek pertama melonjak menjadi Rp 2.314.768, dan objek kedua menjadi Rp 1.166.209.

“Naik kedua-duanya. Kalau dihitung-hitung, yang satu naiknya sekitar 800 persen, terus satunya lagi lebih dari 800 persen,” ungkap Heri.

Heri menambahkan, tagihan PBB-P2 untuk dua bidang milik keluarganya diterima pada awal tahun 2024, namun hingga kini belum mampu dibayar.

“Untuk tagihan tahun 2025 kami belum menerima, mungkin karena yang tahun 2024 belum bisa diselesaikan. Karena dengan jumlah segitu, kami tidak bisa bayar,” katanya.

Heri berharap Pemerintah Kabupaten Jombang atau Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) melakukan pengecekan ulang terhadap objek pajak keluarganya.

“Harapan kami sih (tarif pajak) dikembalikan seperti semula. Atau setidaknya, lakukan cek ulang agar pajaknya tidak sebesar itu,” ujarnya.

Keluhan serupa disampaikan Joko Fattah, warga Desa Pulolor, Kabupaten Jombang.

Joko bahkan melakukan aksi protes dengan membawa uang koin ke Kantor Bapenda untuk membayar pajak.

Ia mengungkapkan, sejak tahun 2024, nilai pajak tanah dan bangunannya naik dari Rp 300.000 per tahun menjadi Rp 1,2 juta per tahun.

“Kalau naik sedikit ya wajar. Tapi ini naik dari Rp 300.000 menjadi Rp 1 juta lebih,” kata Fattah saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/8/2025).

Kenaikan PBB-P2 yang mencapai 400 persen membuat Fattah merasa tertekan.

Untuk melunasi tagihan pajak tersebut, ia terpaksa membongkar celengan anaknya dan membawanya ke Kantor Bapenda.

Beberapa warga lainnya juga melakukan langkah serupa sebagai bentuk protes atas tingginya kenaikan PBB-P2.

Penjelasan Bapenda

Menanggapi keluhan tersebut, Hartono, Kepala Bapenda Kabupaten Jombang, menjelaskan bahwa kenaikan tarif PBB-P2 disebabkan oleh pendataan ulang Nilai Objek Pajak (NJOP) pada tahun 2023.

Pendataan ini menyebabkan beberapa kawasan mengalami kenaikan nilai NJOP, yang berdampak pada tarif PBB-P2, terutama di kawasan perkotaan.

Hartono mengungkapkan bahwa sejak 2024, pihaknya telah memberikan kesempatan bagi warga yang merasa keberatan untuk mengajukan protes.

“Jika ada yang keberatan dengan tarif PBB-P2, kami bisa melakukan survei ulang di lapangan. Dan, jika diperlukan, Bapenda bisa melakukan revisi nilai pajak,” ujar Hartono.

Ia juga mengingatkan masyarakat untuk mengajukan permohonan resmi jika merasa keberatan, agar pihaknya dapat melakukan survei ulang ke lapangan.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/13/104508278/pbb-p2-naik-800-persen-warga-minta-pemkab-jombang-lakukan-pengecekan-ulang

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com