Salin Artikel

Korban Meninggal karena Campak di Sumenep Tak Pernah Imunisasi

Pernyataan ini disampaikan sebagai koreksi atas informasi sebelumnya yang menyebut bahwa sebagian korban meninggal sempat menerima imunisasi, meskipun tidak lengkap.

Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan P2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri, mereka tidak pernah melakukan imunisasi.

"Jadi, semua korban yang meninggal itu tidak menjalani imunisasi," kata Syamsuri kepada Kompas.com, Kamis (7/8/2025).

Syamsuri mengatakan, korban meninggal mayoritas merupakan anak-anak berusia antara satu hingga empat tahun.

"Mayoritas memang masih di bawah balita," ujar dia. 

Syamsuri juga mengatakan, penyebaran campak di Sumenep tergolong masif karena virus ini mudah menular melalui kontak langsung maupun udara.

Untuk menekan angka kematian, Dinas Kesehatan P2KB mengimbau masyarakat agar segera memeriksakan anak-anak yang mengalami gejala awal seperti demam dan muncul bintik merah ke puskesmas.

"Harapannya, karena penyebaran ini memang sangat masif, jadi himbauan, yang pertama, untuk anak-anak kita, yang usia pra sekolah dan sekolah, yang sudah ada gejala-gejala demam itu, terus ada sampai keluar bintik merah, sebaiknya segera memeriksakan diri ke puskesmas," ujar Syamsuri.

Jika gejalanya masih ringan dan memungkinkan untuk ditangani, pasien akan diberi pengobatan dan menjalani rawat jalan dengan isolasi mandiri.

"Dan kalau itu memang masih bisa diobati, langsung akan diobati dan rawat jalan dengan isolasi mandiri," ucapnya.

Syamsuri mengatakan virus campak juga bisa menyebar lewat barang-barang pribadi, sehingga menjaga kebersihan menjadi langkah penting dalam pencegahan.

"Karena memang penyebarannya ini cepat, baik dengan bersentuhan langsung juga bisa menular. Dengan cara ganti pakaian, ganti handuk, ganti sabun, juga bisa menular," ujarnya. 

Selain itu, Dinas Kesehatan P2KB mengimbau masyarakat untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta menghindari kontak langsung dengan penderita campak.

Bila harus berada di sekitar penderita, masyarakat disarankan untuk menjaga jarak guna menekan risiko penularan.

Sejak Februari hingga akhir Juli 2025, empat penderita campak dilaporkan meninggal dunia.

Korban umumnya meninggal saat dirawat di rumah sakit karena mengalami komplikasi.

“Jika telat dilakukan penanganan bisa berdampak buruk, terlebih jika mengarah pada pneumonia, terus diare,” kata Syamsuri pada Rabu (6/8/2026).

https://surabaya.kompas.com/read/2025/08/07/171045678/korban-meninggal-karena-campak-di-sumenep-tak-pernah-imunisasi

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com