Hingga kini mereka belum memiliki modal usaha untuk memulai aktivitas koperasi, dan juga belum tahu dari mana harus meminjam modal yang tidak memberatkan.
“Ya kendalanya modal, modal usaha. Kalau tanpa modal, kan nggak bisa jualan,” kata Syaifurrahman, Ketua Koperasi Merah Putih Desa Kertasada, Kecamatan Kalianget, Sumenep, Kamis (24/7/2025).
Jika harus pinjam ke bank, menurut Rahman, mereka khawatir tidak bisa menutup bunga pinjaman yang tinggi.
“Kalau modal itu, bocorannya, pinjam ke Bank dengan bunga berapa persen gitu. Tapi secara kalau dipikir-pikir, dihitung-hitung, misalnya usahanya simpan pinjam, tidak nutut, karena bunga bank kan juga tidak kecil,” tambahnya.
Beberapa pengurus koperasi merah putih juga ragu memulai usaha karena modalnya hasil dari meminjam.
“Dilema juga jika mau buka usaha simpan pinjam. Karena yang mau dipinjamkan masih hasil meminjam juga,” ungkap dia.
Di samping itu, sampai sekarang mayoritas Koperasi Merah Putih di Sumenep belum menerima legalitas koperasi dari pemerintah.
“Saya hanya tanda tangan di akte notaris, katanya disatukan di Dinas, sampai sekarang belum menerima,” katanya.
Hal senada disampaikan Fadil Aufa, Ketua Koperasi Merah Putih di Kebun Dadap Timur, Kecamatan Saronggi, yang menyebut modal masih menjadi kendala utama koperasi.
“Di AD/ART Koperasi Merah Putih memang salah satunya dianjurkan usaha simpan pinjam. Tapi di masyarakat, koperasi itu untuk meminjam, tidak simpan pinjam,” kata Fadil.
Fadil juga menilai, sumber daya pengurus koperasi belum sepenuhnya siap, sehingga butuh pelatihan dasar koperasi.
“Semua SDM di pengurus Koperasi Sekolah Rakyat tidak sepenuhnya mumpuni mengurus koperasi,” tuturnya.
“Dirasa perlu ada pelatihan, baik pembukuan dan teknis lainnya,” ucap Fadil.
Di samping itu, model usaha yang tercantum dalam AD ART koperasi justru terasa berat untuk dijalankan.
“Di AD/ART diterangkan mengenai model usaha yang bisa dilakukan oleh koperasi. Tapi menurut saya sangat berat. Menjual pupuk, membuka klinik masyarakat, tapi kan itu sudah ada,” katanya.
Fadil khawatir, model usaha koperasi yang mirip dengan usaha masyarakat justru bisa menimbulkan gesekan.
“Ini kan terkesan menyaingi. Ketika menyaingi kan bermusuhan seolah-olah. Misalnya buka sembako, kan sudah banyak, atau buka LPG, tapi kan sudah banyak,” ujar Fadil.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/07/24/104759278/koperasi-merah-putih-di-sumenep-kebingungan-tidak-punya-modal-dan-masalah