Kisah lansia bernama Siti Fatimah, warga Jalan Perlis Selatan VI, Kecamatan Pabean Cantian, Surabaya, Jawa Timur, itu ramai diperbincangkan khalayak setelah viral di media sosial.
Namun, Camat Pabean Cantian, Muhammad Januar Rizal mengungkapkan bahwa kasus Siti Fatimah tidak bisa dinilai sesederhana itu.
“Kasus Ibu Siti tidak bisa dinilai dari satu sisi. Ada dinamika keluarga dan keterbatasan ekonomi yang harus dilihat,” ujarnya, Kamis (17/7/2025).
Menurut dia, LA (40), anak kedua Siti Fatimah, yang bekerja serabutan dan menumpang di rumah sepupunya, merasa kewalahan merawat ibunya sendirian, apalagi dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Sementara itu, saudara-saudaranya yang lain tersebar di Kalimantan dan Madura.
Menurutnya, LA hanya ingin ibunya mendapatkan perawatan yang lebih layak dan tidak bermaksud menelantarkan.
“Sebenarnya Siti Fatimah ini termasuk dalam kategori keluarga miskin dan telah menerima Program Keluarga Harapan (PKH) serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) berupa beras dari Bulog. Kemudian, untuk permakanan juga disediakan oleh warga sekitar lewat program Kampung Madani,” kata Januar, Kamis (17/7/2025).
Pihaknya juga telah berupaya untuk melakukan pendekatan persuasif agar Siti Fatimah bisa dirawat kembali oleh keluarganya.
Ia menekankan bahwa sebenarnya LA tidak memiliki niat untuk membuang ibunya.
“Sebenarnya tidak ada niatan ditelantarkan oleh anaknya. Tetapi, karena keterbatasan untuk merawat, anaknya memilih menitipkan ibunya ke tempat yang lebih baik,” katanya.
Selama ini, pihak kecamatan dan kelurahan senantiasa berkoordinasi dengan RW dan RT untuk memberikan perhatian kepada lansia sebatangkara.
Dalam kasus Siti Fatimah, anaknya sebenarnya sudah berupaya merawat ibunya.
“Siti Fatimah ini sebelumnya, dua tahun terakhir, tinggal di Madura. Baru satu bulan terakhir ini tinggal bersama LA di Perlis,” katanya.
Januar juga telah melakukan klarifikasi langsung dengan pengurus Griya Lansia Husnul Khatimah di Malang terkait kondisi Siti Fatimah.
“Tadi kami juga sempat mengklarifikasi terkait berita yang muncul, saya juga telepon Pak Arif (pihak Griya Lansia) bersama LA bahwa di sana memang perawatannya sangat luar biasa. Saya matur nuwun kepada pihak Griya Lansia bahwa sudah membantu warga kami," ucapnya.
Ia juga mengonfirmasi bahwa informasi yang viral mengenai larangan menjenguk dan tidak ada pemberitahuan jika terjadi keadaan darurat adalah tidak benar.
“Kalau menjenguk silakan setiap bulan, dua bulan tidak masalah. Dan kalau misalnya ada kejadian apapun misalnya sakit atau apa, nanti bisa disampaikan kepada pihak keluarga. Apa yang disampaikan di media sosial itu mungkin peringatan untuk anak-anak agar tidak menelantarkan orang tuanya,” kata dia.
Untuk mengatasi permasalahan tempat tinggal, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menawarkan solusi kepada LA, yakni dengan menyewakan rumah kontrakan selama beberapa waktu.
Hal ini dilakukan agar Siti Fatimah bisa dirawat kembali oleh anaknya dan dekat dengan keluarga.
"Kami memfasilitasi, kami sudah siapkan akomodasi, transportasi, tinggal kalau anaknya mau bersedia, saya berangkat," ujarnya.
Sementara itu, mengenai penempatan Siti Fatimah di Griya Werda Surabaya, Januar menyampaikan bahwa fasilitas tersebut diutamakan untuk lansia sebatangkara.
Apabila lansia masih memiliki anak, tanggung jawab utama tetap ada pada anaknya.
Melihat fenomena ini, ia berharap agar masyarakat, khususnya warga di wilayah Tanjung Perak dan Pabean Cantian, senantiasa berkoordinasi dengan RT dan RW untuk kasus-kasus serupa.
“Kami selalu menyampaikan kepada pihak keluarga, di mana-mana tidak ada namanya bekas orangtua, yang ada adalah orangtua," katanya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/07/18/181513478/nenek-fatimah-dititipkan-4-anaknya-ke-griya-lansia-malang-camat-tak-bisa