Namun, di Bangkalan, keberadaan sound horeg masih terbilang minim dan belum menimbulkan polemik di masyarakat.
Bupati Bangkalan, Lukman Hakim, mengungkapkan bahwa sound horeg belum menjadi komunitas atau budaya baru di daerahnya.
Ia menjelaskan bahwa pertunjukan tersebut hanya muncul secara musiman dan tidak selalu ada.
"Di Bangkalan, sound horeg tidak menjadi komunitas atau budaya baru. Ini hanya ada musiman dan sewaktu-waktu saja. Namun, kami akan tetap perhatikan aspirasi masyarakat," ujarnya, Kamis (17/7/2025).
Lukman menambahkan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan mengharamkan atau menghalalkan keberadaan sound dengan desibel tinggi tersebut.
"Selama tidak mengganggu dan masyarakat menerima, saya pikir tidak masalah," ujarnya.
Meski begitu, ia tidak yakin memperbolehkan adanya pertunjukan sound horeg secara permanen.
"Ya boleh tidaknya, tergantung situasi dan kondisi yang berkembang nanti," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bangkalan, KH Muhammad Makki Nasir, menyatakan bahwa pihaknya mengikuti fatwa MUI Provinsi Jawa Timur terkait sound horeg.
"Kami ngikut fatwa MUI Provinsi Jawa Timur," ujarnya singkat.
Sebelumnya, MUI Jatim mengeluarkan fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang menyebutkan bahwa penggunaan sound horeg haram jika dalam kegiatannya mengandung unsur kemudaratan dan suara yang dikeluarkan cukup keras dan ekstrem.
Namun, penggunaan sound diperbolehkan dalam batas ukuran suara atau desibel tertentu dan dapat digunakan untuk shalawatan, pernikahan, atau kegiatan lain yang tidak melanggar nilai keislaman.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/07/17/074310078/soal-sound-horeg-bupati-bangkalan-sebut-tak-masalah-asal-tak-ganggu