Salin Artikel

Fenomena Bediding Melanda Surabaya, BMKG Ingatkan Waspada hingga Akhir Agustus

Sedangkan, suhu panas menyengat terasa pada siang hari.

Fenomena ini disebut dengan bediding, yaitu istilah yang digunakan masyarakat Jawa Timur untuk menyebut fenomena turunnya suhu udara secara drastis di malam hingga dini hari selama musim kemarau.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena bediding membuat malam di sejumlah wilayah Jawa Timur terasa lebih dingin dari biasanya dalam beberapa hari terakhir.

Prakirawan cuaca BMKG Kelas I Juanda, Siska Anggraeni menjelaskan fenomen bediding biasanya terjadi pada awal musim kemarau hingga puncak musim kemarau sekitar bulan Juli smapai Agustus.

“Dan memang berdasarkan pantauan BMKG Juanda, suhu di beberapa titik stasiun, serta pemantauan dari stasiun klimatologi itu juga sejak tanggal 1 Juli memang sudah mengalami penurunan suhu minimum,” kata Siska, Kamis (10/7/2025).

Ia menyebut adanya penurunan suhu terendah sampai menyentuh 22-24 derajat celcius, sementara suhu tertinggi pada siang hari sekitar 25-26 derajat celcius.

“Suhu minimum itu suhu yang paling terendah dalam waktu 24 jam, biasanya terjadi di dini hari. Perbedaan suhu dua derajat ini kan memang sangat terasa sekali kan ya, akan terasa lebih dingin bagi kita,” ucapnya.

Faktor penyebab fenomena bediding ini karena adanya angin muson Australia yang bertiup dari Benua Australia menuju Asia.

Angin muson ini membawa massa udara dingin dan kering, sehingga pada malam hari suhu udara bisa mencapai titik minimumnya dan terasa lebih dingin.

“Kemudian juga angin muson ini berlangsung biasanya pada puncak musim kemarau dan di Jawa Timur ini kan Juli sampai Agustus diprakirakan memang berada di puncak musim kemarau,” ujarnya.

Selain itu, pada musim kemarau, uap air semakin berkurang yang menjadikan sedikitnya pembentukan awan di langit.

Maka, saat permukaan bumi melepaskan panas ke atmosfer tidak terhalang sehingga suhu udara pun menjadi lebih dingin.

“Karena awan itu sifatnya seperti selimut penghalang. Biasanya suhu akan terasa lebih dingin jika tutupan awan hampir tidak ada, karena panas dari bumi akan ke luar angkasa tanpa halangan dari awan," jelasnya.

Menurutnya, bediding merupakan fenomena normal yang terjadi setiap tahunnya dan hampir dialami seluruh wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan.

“Untuk wilayah Jawa Timur ini hampir seluruhnya mengalami penurunan suhu minimum berkisar antara 1-2 derajat celcius, dan ini memang normal,” terangnya.

Terutamanya di wilayah dataran tinggi seperti pegunungan yang biasanya akan didapati embun Kristal saat suhu udara semakin menurun.

Siska mengatakan, dampak yang akan dirasakan dari fenomena bediding ini masyarakat akan lebih rentan terhadap udara dingin sehingga diharapkan untuk lebih menjaga imunitas tubuh.

Tak hanya itu, adanya peningkatan embun es di dataran tinggi sehingga kemungkinan komoditas pertanian akan lebih menurun karena banyak tanaman yang layu atau mati.

Para peternak juga diimbau untuk segera melakukan mitigasi karena dengan penurunan suhu akan menyebabkan hewan ternak lebih rentan terserang penyakit, terutamanya kelompok unggas.

“Oleh karena itu, kami juga mengimbau untuk memitigasi hal tersebut yang kemungkinan masih akan berlangsung hingga puncak musim kemarau di Juli-Agustus ini,” ujar dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/07/10/200511078/fenomena-bediding-melanda-surabaya-bmkg-ingatkan-waspada-hingga-akhir

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com