Tumini (47), warga Ngagel, Surabaya viral karena mengelola ponten umum sejak 2010.
Dan, lima tahun terakhir dia menjadikan fasum tersebut sebagai tempat tinggal.
Hal itu dilakukan karena dia membayar sewa setiap tahunnya kepada pemilik ponten umum, Jasa Tirta sekitar Rp 1 juta setiap tahun dan tagihan listrik hingga pompa air dibayar secara mandiri.
Kepala Sub Divisi Pengelolaan Wilayah Sungai Brantas 3 PJT I, Teguh Bayu Aji mengatakan, adanya ponten umum dari PJT sebagai fasum dan pengelola menerima manfaat bangunan tersebut.
Sehingga, terjadi kesepakatan antara PJT dan Tumini atas pengelolaan ponten tersebut.
Alasannya, sebagai bentuk pengamanan lahan agar tidak akui dan dibuat bangunan lain.
“Pada prinsipnya perjanjian hanya sebagai bentuk pengaman lahan agar tidak diakui dan dibuat bangunan lain,” kata Teguh saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/7/2025).
Sebab, sebelum difungsikan menjadi Taman Lumumbu, dulunya kawasan sekitar merupakan kawasan hukum dan rawan terjadi tindak kejahatan.
Barulah pada 2010 dibangun taman oleh Walikota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini.
Lebih lanjut, Teguh mengaku tak mengetahui secara pasti jumlah sewa yang dibayar oleh Tumini sejak 2010.
Hanya saja, Tumini terakhir membayar tahun 2021.
“Kami kurang tahu tepatnya. Untuk perjanjian terakhir 2018-2021 per tahun 1.250.000, perjanjian ini dibuat sebagai bentuk pengamanan sempadan agar tidak dijadikan hak milik oleh warga yang menempati,” bebernya.
Setelah berita Tumini viral karena menggunakan tempat umum sebagai hunian, Jasa Tirta bersama pihak Kelurahan Ngagel dan Kecamatan Wonokromo sepakat untuk melakukan penataan ponten di taman.
Apabila taman tersebut masih membutuhkan sarana penunjang ponten.
Maka akan ditentukan pihak yang akan melakukan pengelolaan biar tertata dan termanfaatkan sebagaimana fungsinya.
“Karena dari PJT tidak ada pos untuk melakukan pemeliharaannya karena sifatnya fasilitas umum,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Tumini (47) warga Kelurahan Ngagel pernah menjadikan ponten umum di Taman Lumumba sebagai tempat jualan makanan minuman dan istirahat sementara.
Namun, sejak Rabu (2/7/2025) perabotan Tumini di ponten ditertibkan oleh Satpol PP dan DLHK Surabaya karena ponten tersebut merupakan fasilitas umum bukan tempat tinggal.
Tumini mengaku membayar biaya sewa sejak mengelola tempat tersebut sejak 2010 ke Perum Jasa Tirta sebagai pemilik sekitar Rp 1 juta setiap tahunnya.
Namun, diketahui pembayaran biaya tersebut berhenti di tahun 2021.
Selain itu, dia juga mengaku memasang dan membayar biaya listrik hingga pompa setiap bulannya menggunakan dana pribadi.
Kini, Tumini pasrah karena wajib mengosongkan ponten umum dan kembali difungsikan sebagai fasum. Dan, warga yang menggunakan tidak akan dipungut biaya apapun.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/07/04/175752978/tumini-bayar-sewa-rp-1-juta-per-tahun-kelola-ponten-umum-dan-jadi-tempat