SURABAYA, KOMPAS.com - Kebijakan jam malam bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun mulai diberlakukan di Surabaya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 400.2.4/12681/436.7.8/2025 yang membatasi aktivitas anak di luar rumah mulai pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB.
Langkah ini diambil demi melindungi generasi muda dari berbagai potensi bahaya seperti pergaulan bebas, narkoba, miras, hingga kekerasan.
Namun, kebijakan ini pun memunculkan beragam suara dari warga antara dukungan, kekritisan, hingga tawa getir yang mencerminkan kenyataan di lapangan.
Salah satunya datang dari Wiwik Wulandari, warga Rungkut yang mempertanyakan batasan usia dan urgensi kebijakan ini.
“Coba peraturan ini menurutku rodok ambigu, aturan ini diterapkan untuk ABG usia berapa? Kalau usia sekolah antara SD-SMP ya tidak masalah," ujar ibu yang memiliki dua orang putri yang beranjak remaja itu kepada Kompas.com.
"Terus apa Suroboyo dalam kondisi mencekam? Sehingga perlu diadakan jam malam?”
“Aku rasa ya ini tanggung jawabnya orang tua masing-masing. Soalnya Gen Z sekarang itu diberi aturan susah,” imbuhnya.
Selain itu ia bahkan menyoroti realita bahwa tidak sedikit pelajar Sekolah Menengah Atas yang sudah bekerja sepulang sekolah demi memenuhi kebutuhan hidup.
Baginya, mengatur seluruh anak SMA di Surabaya bukan perkara mudah. Lebih lanjut, ia menyentil realitas sosial yang tidak kalah rumit.
“Susah sekarang ngasih tahu anak SMA, satu anak saja orang tua sudah geleng-geleng. Apalagi mengatur anak SMA se-Surabaya, sanggup tha?,” kata dia.
“Sisan ae lek ngono wajib militer. Makanya kembali lagi ke orang tua kayaknya. Kecuali Surabaya dalam keadaan mencekam, beda cerita ini,” sambungnya.
Sementara itu, pandangan lain datang dari Diyah, warga Rungkut lainnya.
Sebagai orangtua, ia menyambut baik niat Pemerintah Surabaya, namun tetap menekankan pentingnya kejelasan dalam pelaksanaan.
Ia mencontohkan kemungkinan kesalahan sasaran yang bisa terjadi di lapangan.
“Kan kadang ada juga yang keluar atau pulang malam karena kerjaan. Misalnya ibu-ibu yang tampilannya ABG jangan-jangan keciduk juga. Seperti aku ibu-ibu sudah berusia 40 tahun tapi tampilan kaya ABG harus pulang kerja jam 11 malam,” ujar Diyah.
Namun sebagai orangtua, ia tetap melihat sisi positif dari kebijakan ini.
Meski begitu, ia juga mengingatkan bahwa realitas sosial seperti meningkatnya kriminalitas akibat tekanan ekonomi harus menjadi pertimbangan dalam kebijakan publik.
“Kalau sebagai orang tua pasti senanglah kalau ada peraturan untuk anak-anak muda. Karena pergaulan sekarang kita juga tidak bisa membatasi dan tidak bisa juga memantau 24 jam,” imbuhnya.
Dalam keterangan resminya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan anak-anak yang diperbolehkan beraktivitas malam hari hanya yang sedang mengikuti kegiatan sekolah, sosial atau keagamaan, serta situasi darurat dan semuanya dengan sepengetahuan orangtua.
“Anak juga dilarang berada di lokasi dan komunitas yang berpotensi membahayakan keselamatan, seperti warung kopi, warung internet, penyedia game online, atau di jalanan,” tegas Eri.
Pemerintah Kota Surabaya menegaskan bahwa pendekatan yang digunakan bersifat persuasif dan edukatif.
Anak yang kedapatan melanggar akan dibina, sementara orangtua akan dikenai kewajiban ikut program parenting sebagai bagian dari tanggung jawab pengawasan.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/06/24/081155878/soal-jam-malam-anak-di-surabaya-warga-orangtua-perlu-tanggung-jawab-juga