Para petani mulai merugi akibat kemarau basah yang terus terjadi di sejumlah kecamatan yang menjadi sentra produksi tembakau.
Sebab, para petani telah lebih dulu menggarap lahan dan menanam bibit tembakau.
Hanya saja, hujan yang terus turun, bahkan di masa yang seharusnya kering, membuat bibit tembakau yang baru ditanam terendam air dan akhirnya mati.
Seorang petani tembakau Desa Banjar Barat, Kecamatan Gapura, Marhuni, mengaku telah berulang kali mencoba menanam ulang bibit tembakau, namun belum membuahkan hasil.
"Saya sudah tiga kali tanam bibit tembakau, semuanya gagal karena hujan terus mengguyur," kata Marhuni kepada Kompas.com, Sabtu (21/6/2025) kemarin.
Biasanya, menurut Marhuni, awal musim kemarau menjadi waktu ideal bagi petani untuk menanam tembakau karena curah hujan yang minim.
Namun, tahun ini, pola cuaca yang tidak menentu membuat petani kesulitan menentukan waktu tanam yang tepat.
Sementara itu, seorang petani tembakau di Desa Gadu Barat, Kecamatan Ganding, Samhari, mengungkapkan bahwa selain mengalami kerugian materi karena biaya pengolahan lahan dan pembelian bibit, para petani juga terancam gagal panen.
Menurutnya, kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada ketersediaan dan harga tembakau lokal di pasaran.
Secara terpisah, Kepala DKPP Sumenep, Chainur Rasyid, menyebut bahwa luas lahan pada musim tanam tahun ini meningkat signifikan.
Hingga pertengahan Juni, terdata ada sekitar 14.000 hektar lahan telah ditanami tembakau dari total potensi keseluruhan seluas 21.000 hektar.
Meski produksi meningkat, para petani tetap dibayangi ketidakpastian harga jual.
Sebab, terkait kepastian harga bukan ranah pemerintah. “Silakan tanam sebanyak mungkin. Tapi soal harga, kami tidak bisa menjamin. Itu tergantung mekanisme pasar dan kebutuhan pabrikan,” ungkap dia.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/06/22/093000978/cuaca-tak-menentu-harapan-petani-tembakau-sumenep-kembali-layu