Namun, orang-orang tersebut bukan pengunjung biasa. Itu terlihat dari cara berpakaian yang dilengkapi dengan alat pelindung diri maupun perangkat keras yang dibawanya.
Perangkat tersebut di antaranya kuas, sikat, penyemprot air, besi cungkil, hingga sejumlah peralatan pendukung lainnya.
Mereka adalah para petugas dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI, Jawa Timur. Sebuah lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mengurusi peninggalan-peninggalan sejarah.
Selama beberapa hari ini, dimulai 10-16 Juni 2025, mereka bertugas mengkonservasi gua yang dikenal sebagai tempat pertapaan Dewi Kilisuci, putri mahkota Raja Airlangga.
"Memang menjadi tugas kami yakni BPKW untuk penanganannya. Sebab, konservasi gua tidak bisa serta merta dilakukan sembarangan,” ujar Ira Fatmawati, Pamong Budaya Ahli Pertama BPKW XI, Jumat (13/6/2025).
Konservasi itu bertujuan perlindungan, pemulihan, hingga pemeliharaan Gua Selomangleng akibat dampak aktivitas manusia maupun alam.
Terlebih, gua yang statusnya dalam kategori situs cagar budaya tersebut, sempat menjadi korban atau sasaran vandalisme oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Jadi, langkah-langkah konservasi diperlukan agar gua yang terletak di tebing batu andesit di kawasan Gunung Klotok itu tetap lestari.
Agar gua yang jika diterjemahkan bebas “selo” berarti batu dan “mangleng” berarti miring itu bisa tetap dinikmati generasi selanjutnya.
Para petugas baik laki-laki maupun perempuan itu nampak berbagi peran dalam mengurus konservasi itu.
Sejumlah petugas, nampak berfokus pada kawasan luar gua.
Areal ini berupa tebing batu andesit yang tidak begitu luas namun cukup curam. Tebing andesit setinggi sekitar 40 meter yang terbuka inilah akses menuju pintu masuk gua tersebut.
Di bawah tebing, terdapat tanah lapang yang tidak lebih luas dari lapangan basket. Sejumlah ornamen patung artefak tertata di sekitar lapangan ini.
Dari lapangan ini, penampakan dua mulut gua tersebut menjadi latar.
Petugas di areal ini mempunyai misi membersihkan kotoran berupa debu hingga lumut yang banyak bersarang. Mereka membersihkannya dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi.
"Karena posisinya curam dan licin, harus dilakukan dengan hati-hati,” ujar seorang petugas sambil menyemprotkan air.
Sedangkan sejumlah petugas lainnya, berfokus pada bagian dalam gua.
Bagian ini yang paling menantang. Sebab, cakupan pekerjaannya semakin luas dan harus ekstra hati-hati karena banyak artefak kuno.
Bagian dalam gua tersebut bukan seperti gua pada umumnya yang banyak stalaktit maupun stalakmit.
Di sini berupa ruang yang terdiri dari empat ruangan yang saling terhubung. Ruangannya juga tidak begitu luas.
Ruangan paling luas berdaya tampung sekitar 3 sampai 5 orang yang duduk bersila. Hampir tiap ruangannya mempunyai altar.
Sedangkan ornamennya, cukup banyak. Mulai dari pahatan sebuah patung kepala ular naga di dinding pintu mulut gua hingga relief yang memenuhi dinding ruangan.
Di antara relief itu menggambarkan makara hingga model rumah.
Ira Fatmawati menambahkan, tugas para petugas di dalam gua itu adalah membersihkan jelaga hasil pembakaran dupa maupun lilin.
Dupa dan lilin merupakan medium yang dipakai masyarakat dalam ritualnya di kawasan gua itu.
"Konservasinya dengan membersihkan jelaga sisa pembakaran dupa dan lilin,” lanjut perempuan berhijab ini.
Paparan jelaga tersebut cukup luas hampir memenuhi seluruh ruangan. Dimungkinkan terjadi karena tak ada ventilasi di ruangan sehingga asap terjebak di dinding.
Petugas membersihkannya dengan cara menggosok bidang per bidang dinding. Pekerjaan ini cukup rumit karena kontur dinding yang berelief. Banyak lekukan-lekukan kecil.
Namun petugas juga terpaksa menggunakan cairan kimiawi. Itu karena terdapat coretan dari bahan cat, yang cukup sulit dihilangkan secara manual.
"Salah satu tantangan ya itu, cat akibat vandalisme,” lanjut petugas BPK spesialisasi konservasi ini.
Tingkat ketebalan jelaga juga menjadi tantangan tersendiri. Sebab, praktik ritual itu sudah terjadi berabad-abad lamanya dan konservasi ini merupakan konservasi pertama yang dilakukan sejak zaman modern.
"Ini konservasi pertama di Gua Selomangleng,” ungkap Ira.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap nantinya setelah dilakukan konservasi, para pihak turut membantu menjaganya agar tetap bersih. Rasa memiliki perlu ditumbuhkan sebagai landasan pemeliharaannya.
Selain itu kepada pemangku kebijakan, pihaknya berharap adanya penataan atau pemenuhan alat kelengkapan.
"Misalnya disediakan tempat khusus untuk pembakaran dupa maupun lilin itu," pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/06/16/053130278/menilik-konservasi-pertama-gua-selomangleng-kediri-yang-berusia-10-abad