SURABAYA, KOMPAS.com - Di tengah kemajuan kota Surabaya, dua seniman lintas aliran menggelar pameran lukisan bertajuk XXX Posed di Galeri Merah Putih, Balai Pemuda, yang berlangsung dari 31 Mei hingga 5 Juni 2025.
Pameran ini menawarkan ruang hening untuk merenung melalui warna, garis, dan makna yang terkandung dalam setiap karya.
Pameran ini awalnya direncanakan melibatkan tiga pelukis, namun satu di antaranya terpaksa mundur karena alasan kesehatan.
Meski demikian, semangat kedua seniman yang tersisa tidak surut.
Mereka berusaha menyatukan perbedaan dalam satu bingkai cinta terhadap kota, budaya, dan manusia.
Karya-karya yang dihasilkan, meskipun berbeda secara estetika dan narasi, saling melengkapi dan berbicara tentang identitas dan arah masa depan.
Djoko Edan, yang dikenal dengan pendekatan dekoratif dalam karyanya, menampilkan dua lukisan yang sarat filosofi.
Salah satu karyanya menggambarkan sosok Arjuna dan Sinta, pasangan ikonik dalam budaya pewayangan, yang ditafsirkan sebagai simbol kesetiaan.
"Lukisan ini menggambarkan cinta dan kesetiaan. Saya ingin membawa pesan universal tentang hubungan manusia," ujar pelukis asal Surabaya tersebut.
Lukisan lainnya menampilkan suasana ikonik Surabaya, khususnya di daerah Ampel, yang dikerjakan selama satu setengah bulan sebagai bentuk penghormatan terhadap kota yang membesarkannya.
"Saya ingin menampilkan sisi Surabaya yang berbeda, sekaligus memberi penghormatan kepada kota ini," imbuh Djoko Edan.
Ia juga menambahkan ciri khasnya dengan tekstur garis-garis yang menyerupai anyaman bambu, atau gedeg, yang menyimpan makna hubungan spiritual dan sosial.
"Itu maknanya hubungan harus baik, dengan Tuhan dan sesama manusia. Atau habluminallah dan habluminannas," jelasnya.
Meskipun sempat ragu dengan perbedaan gaya yang mencolok, Djoko Edan justru menemukan keunikan yang menjadi kekuatan kolaborasi lintas aliran.
"Sebenarnya saya sendiri sebelum pameran sempat bingung. Ada aliran yang berbeda, apa gitu yang nyeleneh," ungkapnya.
Di sisi lain, pelukis ekspresionis Webbech menghadirkan karya berjudul Hijrah.
Karya berukuran 5 x 1,5 meter ini dikerjakan selama tiga minggu menggunakan media cat akrilik dengan nuansa monokrom hijau-hitam yang dominan.
"Lukisan ini bercerita soal pergeseran masyarakat ke dunia digital. Saya gabungkan unsur logo Meta dan Android dengan gambar kambing di sisi kanan dan kiri, sebagai simbol pergeseran budaya," tuturnya.
Webbech juga menyisipkan simbol-simbol lokal dan mitos dalam lukisan ini sebagai bentuk refleksi terhadap perubahan zaman yang menggerus nilai-nilai tradisi.
Warna dan simbol yang digunakan menggambarkan kecemasan sekaligus kritik terhadap arus digitalisasi yang terlalu deras.
"Ada maksudnya itu, ada singkatan AI di dalamnya, logo Android juga. Itu mencerminkan kolaborasi teknologi dan budaya," pungkasnya.
Pameran lukisan XXX Posed ini bukan hanya menjadi perayaan seni, tetapi juga ruang kontemplasi bagi pengunjung.
Meskipun jumlah karya yang dipamerkan tidak banyak, setiap goresan mengundang pengunjung untuk berpikir dan merasakan bahwa Surabaya tidak pernah kehilangan denyutnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/06/03/043056378/dari-surabaya-dengan-cinta-dua-pelukis-dua-aliran-dalam-satu-cerita