Salin Artikel

Ngopi Unik melalui Pintu Darurat Mall Jadul di Jantung Tunjungan Surabaya

SURABAYA, KOMPAS.com - Di balik gemerlap Jalan Tunjungan yang legendaris di Surabaya, terdapat satu sudut mall lama yang tidak lagi sepopuler dulu. 

Padahal, dulu jadi saksi geliat bisnis dan lampu-lampu toko.

Tunjungan Electronic Center (TEC), dulunya surga para pemburu PlayStation dan gitar yang kini senyap. Lorong-lorongnya lengang, kios-kiosnya banyak yang tutup, dan denting lift bersahutan dalam sepi.

Namun, dari lorong yang terlupakan itu, sebuah cerita tidak biasa justru tumbuh. Bukan sekadar tentang secangkir kopi, tapi tentang keberanian, kreativitas, dan kecintaan akan kenangan.

Galih Phuja Ardian, bukan sorang barista, bukan pula pemilik bisnis kuliner dengan modal besar. Ia seorang fotografer dan konsultan branding yang saat pandemi pekerjaannya sebagai fotografer lesu.

Tepatnya tahun 2021, saat banyak orang bingung bertahan, ia memutar otak memulai sesuatu yang baru dengan membuka Kedai Lima Sembilan.

Awalnya, kedai itu dibuka dengan konsep rumahan di Semolowaru. Sederhana, tapi justru disukai banyak orang.

Sampai akhirnya, kendala klasik seperti parkiran sempit dan lokasi yang terlalu padat membuatnya harus mencari tempat baru.

Kemudian, ia memilih pindah ke mall legendaris TEC, bukan karena mall itu sedang ramai, justru sebaliknya.

"Teman saya ngasih tahu, di TEC ada tempat kosong. Saya pikir, ah masa sih? Itu kan mall lama. Tapi pas saya cek, ternyata masih hidup juga," kata pria yang biasa disapa Galih kepada jurnalis termasuk Kompas.com.

Apalagi awalnya, tiga bulan pertama, kedainya tidak seramai ditempat sebelumnya meskipun sudah membuat berbagai promosi melalui media sosial.

“Awalnya memang sepi banget. Rasanya seperti buka jalan sendiri, babat alas istilahnya,” imbuhnya.

Namun dari kesunyian itulah ide brilian lahir dan menjadi titik balik secara tidak terduga. Ia melihat ada akses salah satu pintu darurat di TEC, bisa langsung membuka akses ke jalan raya Tunjungan yang ramai.

“Saya buka pintu darurat, kelihatan dari luar, dan muncul ide. Saya bikin konten bertema 'ngopi lewat pintu darurat'. Enggak disangka, malah viral,” ujarnya.

Kontennya viral di TikTok dan instagram yang membawa pengunjung bukan sekadar mampir, tapi sengaja datang karena penasaran. Ingin merasakan sensasi memasuki kedai dari pintu yang biasanya hanya dipakai saat keadaan darurat.

Untuk itu ia tidak menyebut ini sebagai “unique selling point”, melainkan lebih sebagai cara membangun semesta cerita yang berbeda di media sosial.

“Bukan sekadar jualan kopi, tapi juga pengalaman dan rasa penasaran,” ucap Galih Phuja Ardian.

Pengunjung pun bisa menikmati sebuah ruang kecil dengan konsep vintage yang penuh kehangatan.

Dipenuhi barang-barang "jadul" koleksi pribadinya mulai dari bass tua, lemari kayu klasik, bahkan lampu-lampu retro yang menghidupkan nuansa masa lalu.

Semuanya dirangkai agar pengunjung bisa merasa seperti sedang ngopi di ruang tamu masa kecil.

Tidak heran jika banyak yang datang bukan hanya karena menu, tapi juga suasananya yang nyaman dan tidak bising seperti kebanyakan tempat nongkrong.

“Memang dari dulu saya suka barang lawas. Sebagai fotografer, saya sering bikin konsep bertema nostalgia. Jadi ya, saya terapkan ke sini juga,” sambungnya.

Selain itu nama “Kedai Lima Sembilan” pun menyimpan makna personal, sebagai bentuk penghormatannya kepada ibunya di mana usaha kedai ini dimulai.

Sementara itu untuk menunya sendiri terus berkembang, pengunjung dapat menikmati sekitar 30 pilihan makanan dan minuman. 

Kopi tetap menjadi sajian utama, meski pria asal Surabaya itu memilih menyuguhkan kopi dengan pendekatan berbeda.

Ia menggunakan alat-alat manual seperti pokapod atau Turkish coffee dengan pasir panas, sebagai alternatif mesin espresso yang mahal dan umum digunakan kafe lain.

Kemudian ada es teh dengan racikan khusus yang bukan sekadar teh biasa. Tapi hasil campuran beberapa jenis teh dari Jawa Tengah hingga Dandang Kota yang pekat.

“Selain kopi dulu menu favorit es coklat, nasi kulit, dan bakmi chili oil. Sekarang kopi yang pakai Pokapod itu, orang suka penasaran rasanya,” pungkas Galih Phuja Ardian.

Dengan pengalaman ngopi di tempat tersembunyi, melewati pintu darurat, dengan suasana tenang jauh dari hiruk-pikuk sepanjang jalan tunjungan, Kedai menawarkan harga makanan dan minumannya ramah di kantong.

Mulai dari Rp 7.000 hingga Rp 25.000 tanpa mengorbankan kualitas, rasa dan kenyamanan.

Jam operasional yang mengikuti mall kadang jadi tantangan tersendiri. Ramainya pengunjung hanya sebentar, biasanya mulai pukul setengah delapan malam hingga jelang tutup.

Namun itu tidak membuatnya patah semangat sebab ia melihat TEC sebagai ruang alternatif yang masih mempunyai potensi.

Kini, Kedai Lima Sembilan bukan hanya soal kopi atau makanan. Tetapi menjadi bukti bahwa tempat yang dianggap usang sekalipun bisa kembali hidup asal ada cerita, ide, dan sedikit keberanian untuk melangkah lewat pintu yang tidak biasa.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/06/02/200558678/ngopi-unik-melalui-pintu-darurat-mall-jadul-di-jantung-tunjungan-surabaya

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com