Sumbangan yang dibebankan pihak sekolah kepada orang tua bervariasi mulai Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta.
Tiga orang tua murid SMAN 2 Mejayan yang ditemui di Kota Caruban, Ibu Kota Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Senin (2/6/2025) berinisial ED, MS dan AG mengaku keberatan dengan besarnya sumbangan yang dibebankan kepada orang tua.
Terlebih besarnya sumbangan itu ditentukan secara sepihak meski melalui rapat dengan Komite SMAN 2 Mejayan pertengahan tahun 2024.
Ketiganya meminta nama lengkapnya tidak ditulis karena khawatir anaknya yang masih sekolah di SMAN 2 Mejayan akan menjadi korban intimidasi.
Padahal sesuai Pasal 12 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, peraturan itu melarang komite sekolah melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya, baik secara kolektif maupun perseorangan.
Pungutan bermodus sumbangan itu, kata ED, bermula saat orang tua murid diundang Komite SMAN 2 Mejayan pertengahan 2024 di aula sekolah tersebut.
Setelah berkumpul seluruh orang tua murid diberikan paparan yang intinya SMAN 2 Mejayan akan membangun masjid, perbaikan lapangan.
“Setelah itu diputuskan walaupun saya rasa itu sepihak karena dari wali murid merasa keberatan kalau iuran untuk kelas X sebesar Rp 1,5 juta, kelas XI Rp 750.000 dan kelas XII sebesar Rp 500.000,” ujar ED.
Dari pertemuan itu, jelas ED, dirinya sempat menawar agar kelas X hanya dibebani Rp 500.000 saja. Tetapi kenyataannya tidak ada respon dan tetap menarik sebesar Rp 1,5 juta.
Selain itu banyak yang terlanjur membayar uang sumbangan tetapi tidak mendapatkan kuitansi pembayaran.
“Saya pernah menghubungi pihak komite kalau keberatan. Tetapi disuruh datang ke sekolah dan membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pemerintah desa/kelurahan,” jelas ED.
Ia mendapatkan informasi bila menggunakan SKTM, orang tua siswa tetap dibebani membayar Rp 750.000. Semestinya kalau sudah membawa SKTM, orang tua siswa tidak lagi dibebani untuk membayar uang sumbangan tersebut.
Takut diintimidasi
Senada dengan ED, MS, orang tua murid lainnya menyatakan sejatinya rata-rata wali murid keberatan dengan keputusan pembayaran sumbangan untuk aneka keperluan SMAN 2 Mejayan.
Namun, orang tua murid memilih bungkam lantaran khawatir anaknya akan mendapatkan intimidasi dari pihak sekolah.
“Rata-rata keberatan semua. Saya mendapatkan keluhan dari wali murid. Mereka merasa tidak mampu. Sebenarnya mereka tahu pungutan itu tidak boleh. Tetapi orang tua mau mbengok (teriak) tidak berani karena anaknya sekolah di situ."
"Takutnya nanti anaknya kena diintimidasi. Bagi saya itu pungli. Cuman banyak yang tidak berani omong," ujarnya.
MS merincikan uang sumbangan itu digunakan untuk membayar kekurangan gaji guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap sebesar Rp 217 juta, kegiatan kesiswaan Rp 45 juta, kegiatan kurikulum sekitar Rp 30 juta, kegiatan humas sebesar Rp 10 juta.
Lalu, kegiatan rapat pleno wali murid sekitar Rp 19,3 juta, sewa kursi Rp 1,3 juta, lanjutan pembangunan tahap kedua sekitar Rp 180 juta, pembangunan masjid tahap satu sekitar Rp 452 juta dibebankan kepada wali murid dengan total sebesar Rp 955 juta.
MS mengatakan anaknya sempat mendapatkan intimidasi. Bila tidak membayar uang sumbangan itu, ia tidak akan mendapatkan nomor ujian.
Lalu anaknya menyatakan kepada wali kelas bila orang tua belum sanggup membayar. Selanjutnya wali kelas menanyakan waktu wali murid akan membayar sumbangan tersebut.
Ia menceritakan tetangganya sempat meminta SKTM kepada pemerintah desa untuk keringanan pembayaran sumbangan di SMAN 2 Mejayan. Namun pemerintah desa enggan meneribitkan SKTM lantaran menilai sumbangan itu sebagai pungutan liar.
Terhadap fakta itu, MS mempertayankan komitmen Pemprov Jatim yang melarang sekolah memungut atau membebankan biaya pendidikan bagi orang tua siswa.
Pasalnya negara sudah memberikan biaya operasional bagi seluruh SMA/SMK negeri agar orang tua tidak lagi mengeluarkan dana pendidikan untuk sekolah anaknya.
“Kami berharap tidak ada lagi pungutan yang dibebankan kepada orang tua. Apalagi saat ini kondisi ekonomi lagi sulit. Kami sebagai orang tua sangat keberatan dengan pungutan itu,” kata MS.
Wakil Kepala Sekolah SMAN 2 Mejayan, Teofilus Banu Dwi S yang dikonfirmasi terpisah menyatakan sumbangan itu diberlakukan lantaran orang tua murid berkenan.
Sementara bagi orang yang tidak mampu tidak diwajibkan membayar sumbangan tersebut.
Namun orang tua murid wajib menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan atau desa.
"Orang tua murid cukup mencari SKTM dari kelurahan atau desa. Tinggal kumpulkan dan kami tidak akan mensurvei (mengecek kondisi rumah orang tua murid),” ujar Teo.
Menyoal ancaman siswa tidak bisa ikut ujian bila tidak membayar atau mencicil sumbangan yang sudah ditetapkan dalam rapat komite, Teo membantahnya.
Baginya, tidak ada hubungan antara pelaksanaan ujian sekolah dengan pembayaran sumbangan ke sekolah.
“Ya tidak. Itu tidak ada hubungan. Bagi yang sudah membayar atau belum mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan nomor ujian,” tutur Teo.
Terkait kebutuhan anggaran sebesar Rp 955 juta bagi sekolah untuk pembangunan masjid hingga pembayaran GTT, Teo membenarkannya.
Pasalnya SMAN 2 Mejayan sampai saat ini belum memiliki masjid serta lapangan.
Ditanya gaji GTT dimintakan dari sumbangan orang tua murid, Teo berdalih SMAN 2 Mejayan saat ini kekurangan tenaga guru. Terlebih banyak guru yang berstatus PNS sudah pensiun dan tidak ada penambangan guru P3K dari pemerintah.
“Kami memberanikan pengadaan GTT lewat mekanisme komite untuk menyelamatkan kegiatan belajar mengajar. Kalau pakai dana BOS tidak bisa untuk membayar (gaji guru PTT) ,” ujar Teo.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/06/02/163425978/orang-tua-keluhkan-besarnya-pungutan-bermodus-sumbangan-di-sman-2-mejayan