Si ular jenis sanca kembang itu diberi nama Laksmi, peliharaan Miki sejak baru menetas.
Setiap Minggu, Miki mengajak teman reptilnya itu untuk berkeliling melakukan pertunjukan di taman kota Surabaya.
Contohnya, sejak dua minggu lalu, Laksmi dan Miki beratraksi pada pukul 06.00 sampai 09.00 WIB di sekitar Taman Bungkul, Surabaya.
Miki tampak menggendong ularnya, melingkarkan di tubuhnya, sampai menempatkan kepala ular di atas pundaknya.
Di balik keakraban duo sahabat itu, tersimpan kisah menarik tentang awal pertama kali keduanya bertemu sekitar tiga tahun yang lalu.
Telur di balik semak
Miki menceritakan, pada suatu hari di siang bolong, dia mendapati sebuah telur yang terkubur di balik semak-semak, tepat di samping rumahnya.
Awalnya dia mengira telur burung yang ukurannya dua kali lebih besar dari biasanya.
“Di samping rumah saya juga enggak ada pohon atau semacam sarang burung gitu, jadi kan saya heran ini telur apa? Ayam juga saya enggak punya, masa ada burung yang bertelur di balik semak-semak?” katanya kepada Kompas.com.
Dia juga tidak berani membuka telur tersebut karena dia takut nantinya sang induk akan mencari telurnya.
Setelah ditunggu beberapa hari, tetap tidak ada induk yang mencari. Karena takut dimakan oleh hewan lainnya, Miki membawa sebutir telur tersebut ke pusat penangkaran hewan yang ada di dekat rumahnya.
“Saya bawa ke pusat penangkaran hewan gitu di dekat rumah. Di sana dihangatkan di inkubator agar bisa berkembang baik. Kebetulan saya juga punya kenalan di sana, jadi sesekali saya selalu periksa juga,” tuturnya.
Setelah sekitar hampir tiga bulan, akhirnya telur tersebut menetas dan diketahui bahwa dia merupakan ular sanca kembang betina yang cantik.
Sejak saat itu, Miki selalu merawat dan membesarkan Laksmi bak anaknya sendiri.
Miki mengaku sudah beberapa kali mencoba untuk melepaskan Laksmi ke habitatnya. Namun, kata dia, cepat atau lambat, Laksmi kembali ke rumahnya.
Miki juga mulai bergabung dengan Reptil Indonesian Python Community untuk mengetahui dan mempelajari lebih lanjut tentang ular, khususnya sanca kembang.
Ia menggali informasi soal kebiasaan sanca, makanannya, dan waktu ganti kulit.
Sering kali juga Miki bersama teman satu komunitasnya membawa Laksmi untuk turut menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa tidak semua reptil itu ganas dan harus dibunuh.
“Kalau ular liar, lalu ditaruh di kandang, nantinya dia akan stres. Kalau sudah stres, diberi makanan apa pun enggak akan mau. Jadi Bapak Ibu, kalau misalnya bertemu ular di daerah semak-semak, taman, terus akhirnya tanamannya jadi rusak, itu bukan karena ular makan tanaman, justru karena tergores tubuhnya si ular,” kata Miki kepada para pengunjung CFD.
Beberapa pengunjung yang lewat tampak tertarik dan meminta berfoto bersama Laksmi.
Dari anak-anak hingga orang dewasa mencoba membopong ular seberat 25 kilogram itu.
Meskipun ada beberapa yang merasa takut dan geli, Miki selalu menjelaskan bahwa Laksmi sudah jinak dan tidak berbisa, serta sangat ramah dengan manusia.
Rika, salah satu pengunjung yang berfoto bersama Laksmi, mengungkapkan, meski mulanya sempat merasa takut, dia memberanikan diri untuk mencoba menggendong Laksmi.
"Karena dari dulu kepo sama ular, walaupun merinding di kepalanya saja, tapi akhirnya berani," tutur Rika.
Tampak semakin banyak pengunjung yang berkerumun untuk menonton. Laksmi pun tidak terusik sedikit akan hal tersebut.
"Kalau ini (Laksmi) sudah dipelihara sejak dia bayi, jadinya aman. Kalau ular yang biasanya ditemukan di sekitar sungai atau rumah-rumah, itu ular liar biasanya lebih ganas," ujar Miki kepada warga yang menonton.
Dengan semangat untuk melindungi reptil di Indonesia, Miki berharap melalui peragaan ini dapat mengubah pandangan masyarakat untuk tidak serta-merta menangkap dan membunuh ular karena mereka juga makhluk hidup yang berhak atas kehidupannya.
"Enggak cuma ular, reptil lainnya seperti kura-kura, biawak, iguana, semuanya sama-sama makhluk hidup," kata Miki.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/06/02/115019078/miki-dan-laksmi-cerita-persahabatan-manusia-dan-ular-berkeliling-di-taman