SSH tewas tersengat listrik pendingin udara ketika mengerjakan tugas di rooftop sekolah SMA Katolik Frateran.
Kedua sekolah tersebut berada di satu kompleks pendidikan yang sama.
Ketua Tim Advokasi Ikatan Alumni (IKA) Yayasan Mardiwiyata, Tjandra Sridjaja mengatakan, orangtua korban menolak anaknya dilakukan autopsi usai insiden tersebut.
"Rumah sakit sudah menawarkan untuk autopsi. Keluarga korban menolak karena kepercayaan dan mereka menerima sebagai musibah," kata Tjandra, ketika dikonfirmasi, Senin (12/5/2025).
Akan tetapi, kata Tjandra, orangtua siswa tersebut kembali mempermasalahkan kematian anaknya.
Lalu, mereka menuntut agar peristiwa itu diusut dan berharap sekolah minta maaf.
"Sekolah diundang ke Dinas (Pendidikan). Dari dinas kami dapat info bahwa tuntutannya (keluarga korban) minta izin sekolah dicabut dan sekolah ditutup, juga guru supaya dipecat," ujar dia.
Kemudian, pihak sekolah meminta keterangan sejumlah saksi dan mengecek kembali rekaman CCTV.
Menurut Tjandra, tidak ada unsur pidana dalam peristiwa kematian korban.
"Dari cerita dan CCTV yang kami lihat dan bukti yang ada, kami tidak melihat adanya unsur pidana. Ini semua kecelakaan dan kalau boleh saya katakan, ini kesalahan dari korban sendiri," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Tjandra, pihak sekolah memilih untuk menaati proses hukum yang sudah berjalan.
Dengan demikian, bisa dibuktikan dalam peristiwa tersebut siapa yang bersalah
"Sudahlah kalau memang mau ditempuh upaya hukum, biarlah hukum berlangsung lebih dulu. Siapa yang salah biar dihukum di pengadilan," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, ayah korban, Tanu menyebut, awalnya anaknya berniat mengerjakan ujian praktik Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) dengan temannya, Senin (28/3/2025).
Kemudian, Korban bersama sejumlah temannya pun tiba di bangunan SMP Katolik Angelus Custos Surabaya berada di kawasan Krembangan, tersebut sekitar pukul 11.23 WIB.
Namun, sekolahnya ketika itu sedang libur.
Oleh karena itu, korban serta beberapa temannya melihat tangga menuju kelasnya dalam kondisi ditutup.
Sedangkan, lapangan sekolah dipakai siswa SMA untuk kerja kelompok.
Tanu menyebut, sejumlah anak itu memutuskan untuk mengerjakan tugasnya di rooftop sekolah.
Namun, korban diduga tersengat listrik saat tak sengaja menginjak kabel AC yang terkelupas.
"Putra saya berteriak, (katanya) aku kesetrum lalu mematung selama sekitar 40 detik. Akhirnya terjatuh dan kepalanya terbentur pagar," ujar Tanu, ketika dikonfirmasi, Kamis (8/5/2025).
Selanjutnya, korban dibawa oleh temannya ke Rumah Sakit (RS) Adi Husada, di Jalan Undaan Wetan.
Akan tetapi, bocah tersebut dinyatakan meninggal dunia, sekitar pukul 12.35 WIB.
"Saat saya memandikan jenazah, saya melihat luka di kakinya, bercak merah di punggung, dan bintik-bintik merah di lengannya. Dugaannya, urat syarafnya putus," ujarnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/05/12/190413278/siswa-tewas-tersetrum-listrik-klaim-sekolah-tidak-ada-unsur-pidana-ini