Salin Artikel

Di Tengah Cuaca Ekstrem, Kasus Penyakit DBD Masih Mendominasi di Surabaya

Bukan musim yang mudah untuk masyarakat, karena tubuh manusia pada masa peralihan ini menjadi ujian daya tahan.

Selain itu juga menjadi tantangan besar untuk tenaga medis, termasuk dr Fauziah Fitri yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSI Surabaya.

Ia menyaksikan langsung sejumlah masyarakat Surabaya harus berjibaku dengan kondisi tubuh yang menurun akibat cuaca tidak menentu.

Terutama kasus demam berdarah dengue (DBD) yang masih mendominasi jumlah kunjungan ke IGD.

Dengan lembut ia menyambut setiap pasien yang datang, satu per satu, dengan harapan bisa memberi ketenangan di saat tubuh mereka justru melemah.

Kalau untuk saat ini yang paling banyak kunjungan IGD itu masih DBD, karena memang meskipun sudah masuk pancaroba, masih banyak genangan air.

"Beberapa hari panas, tiba-tiba hujan, sehingga perkembangbiakan jentik-jentik untuk menjadi nyamuk masih tinggi,” ujar dokter yang biasa disapa dr Fitri kepada Kompas.com.

Untuk itu kondisi cuaca yang berubah drastis menciptakan lingkungan sempurna bagi nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.

Di saat banyak orang berharap musim hujan usai, kenyataannya kasus DBD belum juga mereda.

“Peralihan pancaroba masih incredible, panas tiba-tiba hujan deras. Karena peralihan ini, DBD belum menurun, masih tinggi. Cuma sekarang yang mulai banyak juga demam, batuk, dan pilek."

"Karena perubahan cuaca yang drastis, panas menyengat ke dingin hujan, mempengaruhi daya tahan tubuh kita. Selain DBD, kasus-kasus infeksi saluran napas sering terjadi dan banyak,” imbuhnya.

Pasien yang datang ke IGD pun datang dari berbagai latar belakang usia dan aktivitas.

Namun dr. Fauziah Fitri mencatat bahwa beberapa kelompok tampak lebih rentan dari yang lain.

Mulai dari anak-anak, dewasa dan remaja masih banyak. 

Ia mengingatkan pentingnya langkah-langkah pencegahan, terutama terhadap DBD yang masih jadi ancaman nyata di musim pancaroba ini.

“Kalau untuk pencegahan, jadi menguras penampungan air, termasuk pot-pot yang di rumahnya banyak tanaman supaya tidak terjadi tempat tertampungnya air menjadi tempat jentik nyamuk berkembang,” tutur dokter berusia 37 tahun itu.

Tidak hanya itu, ia juga mengingatkan soal kebiasaan menggantung pakaian di rumah yang bisa tanpa sadar menjadi tempat persembunyian nyamuk.

“Biasanya kalau di rumah, disarankan jangan menggantung baju. Kadang habis pakai baju karena hanya sekali, terus digantung. Nah, itu juga penyebab sarang nyamuk,” sambungnya.

Kini langkah sederhana lain yang bisa dilakukan adalah memasang kawat pada ventilasi jendela agar nyamuk tak mudah masuk.

Serta menggunakan lotion antinyamuk sebagai perlindungan tambahan.

“Kemudian penggunaan lotion untuk mengurangi gigitan nyamuk. Yang paling penting menjaga kebersihan dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan olahraga fisik, minimal bergerak,” kata dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/05/02/104800978/di-tengah-cuaca-ekstrem-kasus-penyakit-dbd-masih-mendominasi-di-surabaya

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com