Salin Artikel

Suhu Surabaya Cetak Tertinggi Kedua di Indonesia, Warga: Panasnya Enggak "Ngotak", Bikin Pusing

Beberapa stasiun meteorologi di Pulau Jawa mencatatkan suhu tertinggi.

Contohnya, Stasiun Meteorologi Perak I di Surabaya, Jawa Timur, mencatat suhu tinggi sebesar 34,6 derajat celsius.

Suhu tersebut menjadi temperatur tertinggi kedua di Indonesia pada Selasa (29/4/2025) pukul 07.00 WIB hingga Rabu (30/4/2025) pukul 07.00 WIB.

Menanggapi hal tersebut, beberapa warga Surabaya menyatakan bahwa memang ada peningkatan panas di Surabaya, terkhususnya antara pukul 11.00-14.00 WIB.

Aulyafillah, salah seorang pekerja di Surabaya, menyatakan puncak tertinggi panas Surabaya terjadi antara pukul 11.00-13.00 WIB.

Sementara itu, mulai sekitar pukul 14.00-15.00 WIB sudah tidak terlalu menyengat.

"Panasnya itu nyengat yang bikin gosong, bikin pusing, enggak lembap, enggak ada angin juga kalau keluarnya jam segituan. Panasnya enggak ngotak, panas yang enggak sehat banget," tutur Aulya, Kamis (1/5/2025).

Menurut dia, kondisi Surabaya yang semakin panas tersebut sudah terjadi sejak tiga minggu terakhir.

"Aku bahkan pernah lihat di HP itu sampai 37 derajat, itu panasnya benar-benar enggak normal sih, apalagi untuk masyarakat beraktivitas di luar ruangan," ujarnya.

Bahkan, Aul menceritakan, dirinya pernah jatuh sakit karena perubahan suhu ruangan yang dingin, kemudian terkena suhu panas Surabaya yang menyengat.

"Aku kan biasanya jam 09.00 masih di kantor yang memang dingin, terus baru keluar ruangan sekitar jam 10.00-13.00 WIB harus berjam-jam di luar dengan panas yang nyengat, itu pertama kalinya aku langsung sakit karena perubahan suhu," jelasnya.

Sementara itu, Adrian, pelajar di Surabaya, mengungkapkan, meski adanya peningkatan suhu panas di Surabaya, masih dalam batas wajar.

"Masih cukup bisa ditoleransi panasnya sih, enggak sampai yang over banget semisal sun burnt. Masih batas normal panasnya Surabaya," kata Adrian.

Ia menambahkan, puncak panas Surabaya biasanya terjadi antara pukul 12.00 sampai 14.00 WIB.

Menurut dia, kondisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya, yang mana suhu panas tinggi bercampur dengan asap kendaraan dan polusi udara lainnya.

"Aku ngelihatnya dengan tahun kemarin enggak jauh beda, panas Surabaya bercampur asap kendaraan, membuat pusing, belum lagi emosi di jalan karena macet," ucapnya.

Ia menyarankan agar selalu menggunakan sunscreen dan memperbanyak minum air bagi masyarakat yang sering beraktivitas di luar ruangan.

Selain itu, lebih baik segera beristirahat jika merasa pusing atau overheat.

"Kita sebagai masyarakat mungkin juga bisa lebih sering naik kendaraan umum untuk menekan polusi dan memberdayakan tanaman, serta lingkungan hijau," tutupnya.

Berdasarkan analisis BMKG terhadap data suhu maksimum harian selama 2024 hingga awal 2025, suhu udara yang mencapai kisaran 35-36 derajat celsius masih termasuk dalam kategori normal untuk wilayah Indonesia.

Peningkatan suhu tersebut umumnya terjadi pada periode transisi musim, yakni Maret hingga Mei dan September hingga November saat posisi semu matahari relatif lebih dekat ke ekuator.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/05/01/132603478/suhu-surabaya-cetak-tertinggi-kedua-di-indonesia-warga-panasnya-enggak

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com