Salin Artikel

Pandangan Pegiat Sejarah tentang Eks Penjara Koblen Surabaya Bakal Dijadikan Pasar Buah dan Wisata Sejarah

Rencana ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan tempat berjualan buah, tetapi juga sebagai pusat edukasi sejarah bagi pengunjung.

Pengelolaan pasar ini dilakukan pihak swasta yang ingin menciptakan pasar yang representatif dan rekreatif di Surabaya.

Pegiat sejarah Surabaya, Nanang Purwono, menyambut baik rencana tersebut dengan syarat tidak merusak struktur bangunan yang merupakan cagar budaya.

“Menurut saya tidak apa-apa selama tidak menyentuh tembok cagar budaya yang mengelilingi bangunan penjara dan hanya memanfaatkan lahan kosong yang ada itu disebut adaptive reuse,” kata Nanang saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/4/2025).

Adaptive reuse adalah proses memanfaatkan kembali bangunan tua atau bersejarah untuk fungsi baru tanpa menghilangkan nilai sejarah dan arsitektur aslinya.

Nanang menambahkan bahwa pengembangan pasar ini dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengenal pasar budaya Koblen, yang menggabungkan wisata buah dengan pengetahuan tentang sejarah penjara Koblen.

“Saya mendorong pihak pengelola agar dibuatkan satu ruangan yang bisa menjadi presentasi sejarah penjara Koblen terkait sejarah perkembangan kota, sejarah arsitekturnya, dan sejarah perjuangan bangsa,” ujarnya.

Dia juga berharap agar pengembangan pasar tidak menyentuh bangunan dengan jarak maksimal tiga meter dari tembok Koblen untuk meminimalisir risiko kerusakan.

“Sejauh bangunan pasar didirikan tidak menyentuh tembok yang ada, jaraknya 3 meter dari tembok dan hanya memanfaatkan lahan kosong, saya rasa masih aman-aman saja,” tuturnya.

Namun, pendapat berbeda datang dari Kuncarsono Prasetyo, pegiat sejarah Surabaya lainnya.

Ia mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap rencana pengembangan pasar buah tersebut.

“Kalau saya sama sekali enggak setuju, bahkan sekarang saja sebenarnya sudah banyak lubang-lubang di bagian temboknya karena seringkali dibuat pedagang asongan berjualan di sekitarnya,” kata Kuncarsono.

Ia menilai pengembangan pasar buah ini murni berorientasi bisnis dan bukan untuk konservasi cagar budaya.

“Justru lebih baik apabila merombak total bangunan daripada mengurangi nilai dari penjara Koblen. Bahkan pada dasarnya dilarang untuk menutupi bangunan cagar budaya dalam bentuk apapun,” terangnya.

Kuncarsono menekankan perlunya kajian serius dan studi akademis yang dipaparkan oleh tim alih budaya pemerintah kota sebelum melanjutkan rencana tersebut.

Ia juga berharap agar pemerintah kota Surabaya dapat menekan pengelola penjara Koblen untuk memaparkan rencana secara detail, mulai dari segi arsitektur, bisnis, hingga atribusi sosial yang akan digunakan.

“Harus ada sikap tegas pemerintah sebagai pemegang regulasi agar pemilik aset melakukan upaya-upaya terhadap strategi penyelamatan bangunan terlebih dahulu,” pungkasnya.

Penjara Koblen merupakan bangunan bersejarah yang dibangun pada akhir tahun 1920-an dan awal 1930-an, mencerminkan perkembangan kota Surabaya pada masa itu.

Kawasan Bubutan, tempat penjara ini berada, merupakan salah satu area pengembangan kota di awal abad ke-20.

Penjara ini dirancang ramah lingkungan dan humanis, terlihat dari penggunaan batu hias cadas model Palimanan yang menyatu dengan lingkungan permukiman elite saat itu.

Pada masa kolonial, Wali Kota Surabaya Ir Dykerman mendapat banyak kritik karena belum tersedianya fasilitas penjara baru di tengah perkembangan kota ke selatan pada tahun 1920-an, sementara fasilitas umum lain seperti gedung Balai Kota, sekolah, pengadilan, dan gereja telah dibangun.

Setelah berbagai perdebatan mengenai lokasi, penjara Koblen akhirnya dibangun dengan dana yang cukup besar, yakni f 45.000 gulden untuk pengadaan lahan, pembangunan tembok sebesar f 76.000 gulden dan ruang sel tahanan f 20.000 gulden.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/04/28/203002078/pandangan-pegiat-sejarah-tentang-eks-penjara-koblen-surabaya-bakal

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com