Penyerahan ini dilakukan setelah viralnya video yang menunjukkan warga kedua desa harus menyeberangi sungai untuk memakamkan jenazah, akibat larangan Sulasmi, salah satu warga Desa Wates.
“Untuk luas lahan ada 800 meter persegi lebih. Yang penting cukup. Kita serahkan kepada masyarakat kemarin sore,” ujar Sugiri melalui pesan singkat pada Rabu (23/4/2025).
Sugiri menambahkan bahwa setelah video tersebut viral, sempat tebersit ide untuk membangun jembatan dari Desa Wates menuju lokasi makam di Desa Tugurejo.
Namun, karena proses perencanaan yang memakan waktu, akhirnya diputuskan untuk membeli lahan pemakaman.
“Sempat tebersit ide dibangun jembatan dari Desa Wates ke Desa Tugurejo, di mana lokasi makam, tetapi tentu masih butuh waktu, perencanaan, dan lain-lain."
"Alternatifnya biar juga independen saudara-saudara saya di Bukul punya makam sendiri, maka kita lakukan cari tanah yang ikhlas,” imbuhnya.
Sugiri menjelaskan bahwa anggaran untuk pembelian tanah makam tidak menggunakan APBD, melainkan berasal dari saweran orang-orang terdekatnya.
Pemakaman yang dinamakan “Astana Bukul” terletak di atas lahan milik Lukas Kamsari, warga Dukuh Bukul, Desa Wates, yang telah dibeli dari anggaran saweran tersebut.
“Dapat punyanya Pak Lukas Kamsari, dan makam ini dinamakan Astana Bukul,” pungkasnya.
Sebelumnya, keranda jenazah yang dibawa menyeberangi sungai menuju pemakaman umum Desa Tugurejo menjadi viral di media sosial.
Proses tersebut terpaksa dilakukan karena dilarang melewati jalan menuju pemakaman yang berada di samping rumah warga.
Larangan tersebut telah berlangsung selama puluhan tahun, karena pemilik rumah percaya bahwa tanah yang dilewati keranda jenazah akan menjadi tanah yang sangar.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/04/23/141435578/saweran-bupati-belikan-lahan-pemakaman-astana-bukul-untuk-2-desa-yang