BANGKALAN, KOMPAS.com - Kepulan asap lezat mulai menyelimuti Jalan Letnan Sunarto, Kelurahan Demangan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Selasa (22/4/2025).
Gajih yang menetes di atas arang itu menciptakan aroma sedap dan mulai terbawa angin, menandakan warung sate 'Mak Cenneng' sudah buka.
Warung sate yang berlatar bangunan tua dan terletak di kawasan pecinan itu menambah kesan vintage pada warung Mak Cenneng.
Apalagi, di dalam warung masih terdapat gerobak pikul yang digunakan Mak Cenneng untuk menjajakan sate pada zaman penjajahan Belanda.
Pukul 16.00, warung legendaris itu langsung diserbu pembeli.
Tak jarang, lalu lintas mulai tersendat dipadati pembeli yang antre berebut agar dilayani lebih dulu.
Cucu Mak Cenneng, Subardi, mulai duduk di depan tungku berisi bara api.
Tusukan berbahan bambu yang telah berisi 5 potong daging berukuran sedang itu diambil dari wadah yang telah ia siapkan dari rumahnya.
Tusukan sate itu lalu dimasukkan ke sebuah wadah berisi bumbu dan dibakar di atas bara api yang sudah memerah.
Tetesan bumbu yang berjatuhan ke bara api itu membuat kepulan asap beraroma sedap.
Tak sedikit pengendara yang melintas menelan ludah mencium aroma khas dari tetesan lemak daging sapi dan kambing yang terbakar.
Sate itu terus dikipas hingga matang menggunakan kipas angin kecil dengan daya kipas paling rendah.
Sesekali Subardi membolak-balikkan satenya supaya matang merata.
"Saya buka dari jam 4 sore, sudah antre. Nanti jelang maghrib mulai lengang karena orang shalat. Setelah maghrib ramai lagi sampai jam 10 malam," ucap Subardi.
Sate yang sudah matang diangkat Subardi.
Di belakangnya sudah ada satu pegawai yang siap menerima sate yang masih panas itu.
Dengan sigap, pegawai Subardi langsung menaruh sate itu di atas piring dan menuangkan bumbu pekat yang tidak ditemukan di warung sate manapun.
"Kami pakai petis dan kecap khusus, memang berbeda dengan sate lainnya. Kami juga ada racikan bumbu di dalamnya," tambah Subardi.
Bumbu petis dan kecap itulah yang membedakan rasa nikmat sate Mak Cenneng dengan warung sate lainnya.
Secara tampilan, bumbu sate di warung Mak Cenneng lebih gelap dan kental, namun rasa manis dan gurih berpadu lezat dengan irisan bawang merah mentah.
Tak hanya menyajikan sate, warung yang berdiri sejak tahun 1914 itu juga menyediakan gulai kambing muda.
Kuah gulai Mak Cenneng yang berwarna merah kekuningan itu memiliki rasa kaya rempah yang nikmat dipadukan dengan daging kambing yang "ngeprul" saat disantap.
"Kami pakai kambing muda. Untuk gulai dan sate ini, setiap hari kami sembelih satu ekor kambing, lalu ada beberapa kilo sapi dan ayam, jadinya 1.500 tusuk, lalu untuk tulang dan jerohan dibuat gulai," imbuhnya.
Meski telah berdiri sejak 111 tahun yang lalu, harga satu porsi sate Mak Cenneng masih ramah di kantong, yakni Rp 35 ribu untuk sate kambing dan sapi, Rp 30 ribu untuk satu mangkuk gulai kambing, dan Rp 20 ribu untuk sate ayam.
Asal nama warung Mak Cenneng
Warung yang berdiri sejak sebelum masa kemerdekaan itu pertama kali didirikan oleh Mak Cenneng atau Pak Reduh.
Nama Cenneng sendiri diberikan karena Pak Reduh suka bercanda dan kerap latah.
"Cenneng itu hanya julukan saja. Kakek saya itu suka bercanda dan orang-orang nyebutnya Cenneng begitu. Lambat laun dikenal sebagai Mak Cenneng," ucapnya.
Usaha yang dirintis kakeknya terus berjaya dan diturunkan pada H. Astamin, yakni putra Mak Cenneng atau ayah Subardi.
Setelah itu, usaha dilanjutkan oleh Subardi hingga saat ini.
"Dulu awalnya dipikul keliling, areanya memang di kawasan ini. Dari cerita bapak, dulu kakek jualan sampai malam. Kalau sudah ada bunyi pesawat Belanda 'wung..wung' begitu, lampu lilin harus mati jadi saat itulah kakek segera pulang," kenangnya.
Bikin ketagihan
Salah satu penikmat kudapan lezat ini adalah Bangkit Dananjaya.
Pria asal Salatiga ini mengaku ketagihan dengan sate dan gulai di warung Mak Cenneng.
"Saya beberapa kali pindah tugas dan mencicipi gulai, tapi rasa gulai di Mak Cenneng ini yang membuat saya jatuh hati. Rasanya sangat nikmat dan tidak saya temukan di warung gulai manapun," tuturnya.
Bahkan, saat ini Bangkit telah pindah tugas ke Balikpapan.
Ia tetap menyempatkan untuk singgah menikmati gulai dan sate di warung ini saat pulang kampung.
"Kebetulan saya akan flight hari Rabu, mumpung masih ada waktu, saya sempatkan untuk menikmati gulai dan sate di sini sebelum kembali ke Balikpapan," ungkapnya.
Menurutnya, sate dan gulai di warung Mak Cenneng memiliki rasa yang otentik.
Kuah kaldu gulai memiliki rasa khas dan cocok dipadukan dengan daging sate yang dibaluri bumbu pekat.
"Saya akan selalu kembali ke tempat ini lagi," tutupnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/04/23/074040378/sate-mak-cenneng-nikmat-resep-warisan-sejak-zaman-belanda