Namun, perlu juga untuk berhati-hati karena ada banyak pinjol ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang justru akan membawa kerugian yang besar.
Pinjol yang tak terdaftar itu lah yang masuk kategori ilegal.
Guru besar Investasi dan Keuangan Universitas Airlangga (Unair) Imron Mawardi memberikan beberapa tips untuk mengenali pinjol ilegal atau legal.
Pertama, masyarakat dapat mengecek perusahaan peminjam apakah sudah terdaftar ke data OJK. Pengecekan bisa melalui website resminya di www.ojk.go.id.
“Biasanya kalau pinjol ilegal dalam melakukan penagihan menggunakan cara-cara yang terlarang, misalnya menyebar informasi korban atau mengancam korban melalui orang-orang di sekitarnya,” kata Imron kepada Kompas.com, Jumat (18/4/2025).
Kedua, pinjol ilegal biasanya akan menawarkan berbagai kelonggaran dan persyaratan yang terlalu mudah, tetapi dengan bunga yang sangat tinggi.
Ketiga, perusahaan pinjol biasanya akan memiliki beberapa cabang perusahaan lain untuk menawarkan pinjaman-pinjaman lain kepada korban.
Hal tersebut juga menjadi trik pinjol ilegal dalam melakukan restrukturisasi kepada nasabah sehingga membuat utang menumpuk berkali-kali lipat, bahkan sebelum peminjam menyadari.
“Misalnya ada orang pakai pinjol Rp 2 juta di perusahaan A dengan bunga 10 persen, terus dia tidak bisa membayar, nanti akan ditawari pinjaman lagi lewat perusahaan B dengan bunga yang lebih tinggi. Begitu terus sampai akhirnya utangnya menumpuk sebelum peminjam sadar,” jelasnya.
Literasi keuangan rendah
Menurutnya, peningkatan tren pinjaman online di Indonesia terjadi selain karena berbagai kemudahan akses yang ditawarkan, tetapi juga budaya konsumerisme yang sangat tinggi di masyarakat.
“Masyarakat setiap hari pasti memegang gadget sehingga sangat mudah sekali untuk tergiur hal-hal yang sebenarnya bukan kebutuhan tetapi hanya sekadar keinginan, lalu mulailah berbelanja,” tuturnya.
Selain itu, penawaran pinjol seperti iklan yang sangat agresif, serta masih minimnya literasi keuangan membuat masyarakat lebih mudah tertarik untuk mendapatkan pinjol.
Ditambah lagi, di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang semakin pelik, justru semakin meningkatkan angka peminjam online.
“Keempat faktor tersebut yang menurut saya pinjol ini akan tetap menjadi pilihan masyarakat, apalagi di tengah ketidakpastian ekonomi seperti saat ini,” tuturnya.
Terutamanya perempuan yang seringkali terjebak ke dalam pinjol karena lebih mudah untuk terpikat pada penawaran-penawaran yang ada sehingga mendorong untuk melakukan pembelian kebutuhan-kebutuhan sekunder.
Seperti keinginan tampil cantik, gaya hidup mewah, dan lain sebagainya yang semakin meningkatkan keinginan untuk melakukan pinjol.
“Apalagi sekarang ada satu model terbaru yakni paylater yang sebenarnya tanpa kita sadari itu juga bentuk pinjol. Kalau kita mau beli barang dibayarnya nanti, itu juga menjadikan lebih banyak perempuan yang mengakses pinjol,” jelasnya.
Rata-rata perempuan yang menjadi korban pinjol berada di usia produktif dengan latar belakang pendidikan SMA yang belum memiliki penghasilan tetap.
“Padahal dampak pinjol ini bisa berkepanjangan, yang dikhawatirkan adalah ke depannya anak-anak ini tidak bisa mengakses ke lembaga keuangan resmi, contohnya mau beli rumah, karena mereka sudah masuk ke dalam daftar hitam,” terangnya.
Menurutnya, alasan perempuan lebih tertarik pinjol dibandingkan pinjaman bank adalah karena bisa diambil dalam nominal yang kecil dan tidak membutuhkan jaminan.
Terlebih lagi, biasanya para korban membutuhkan pinjaman sesegera mungkin, tanpa memikirkan besaran bunga yang didapat.
“Contohnya ada orang mau buka usaha, dia butuh modal sekitar Rp 2 juta secepatnya, dia tidak peduli bunganya karena margin yang didapat besar dari hasil jualan itu, sedangkan kalau pinjam ke bank minimal Rp 50 juta, harus ada jaminan, dan usahanya disurvei dulu,” pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/04/19/141648578/hati-hati-terjebak-begini-cara-mengenali-pinjol-ilegal-menurut-pakar-unair