Mereka menyampaikan protes terhadap pengesahan Undang-Undang TNI yang baru.
Aksi tersebut sempat memicu ketegangan antara mahasiswa dan personel kepolisian ketika mahasiswa berusaha memasuki area kompleks Gedung DPRD untuk menemui anggota DPRD yang masih berada di dalam gedung setelah waktu azan maghrib.
Namun, massa mahasiswa akhirnya bersedia menahan diri setelah tiga anggota DPRD Kabupaten Blitar, yaitu M Rifai (PKB), Nugroho (PDIP), dan Ismail Namsa (Gerindra), menemui mereka di luar pagar.
Di hadapan tiga anggota DPRD tersebut, perwakilan dari masing-masing unsur "Cipayung Plus Blitar Raya", termasuk Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Aliansi BEM Blitar Raya, menyatakan penolakan terhadap Undang-Undang TNI yang baru.
“Kami menolak Undang-Undang TNI yang RUU-nya dibahas tertutup, tergesa-gesa, dan tanpa melibatkan elemen masyarakat sipil secara luas,” ujar seorang perwakilan mahasiswa.
“Demokrasi mensyaratkan militer yang profesional mengurus urusan pertahanan negara, bukan militer yang ikut terlibat dalam urusan politik dan pemerintahan,” tambah mahasiswa lainnya melalui pengeras suara.
Setelah menyampaikan tuntutan dan meminta agar DPRD Kabupaten Blitar meneruskan aspirasi mereka ke DPR RI, para pengunjuk rasa menandatangani kain putih yang berisi penolakan terhadap Undang-Undang TNI yang baru.
Mereka juga meminta ketiga anggota DPRD tersebut untuk membubuhkan nama dan tanda tangan mereka.
Sekitar pukul 20.00 WIB, massa mahasiswa membubarkan diri setelah memasang kain putih berisi penolakan UU TNI di dinding pagar kompleks Gedung DPRD Kabupaten Blitar yang terletak di Kelurahan Kanigoro.
Koordinator aksi, Vita Meriza Permai, menyatakan bahwa mahasiswa Blitar Raya menuntut Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang berisi pembatalan pemberlakuan UU TNI yang baru.
“Kami mahasiswa setuju Undang-Undang TNI yang lama untuk dikaji ulang, namun pembahasannya harus melibatkan unsur masyarakat sipil secara luas, terutama kaum intelektual dan kalangan perguruan tinggi,” ujarnya.
Di sisi lain, Vita menambahkan bahwa mahasiswa juga melihat masuknya perwira-perwira Polri dalam pemerintahan sebagai salah satu penyebab kecemburuan TNI, sehingga Undang-Undang Polri pun layak untuk diamandemen demi mereformasi Polri menjadi institusi penegak hukum dan keamanan yang profesional.
“Praktik demokrasi yang baik bertumpu pada tegaknya supremasi sipil sebagai representasi dari rakyat yang berdaulat,” pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/03/24/215738078/aksi-saling-dorong-mahasiswa-dan-polisi-warnai-protes-pengesahan-uu-tni-di